Sunday, October 24, 2010

Kesadaran Cinta

Mulutku tertutup agar jemariku dapat berbicara, kakiku terlipat agar kepalaku dapat berlari, Jasadku teronggok agar Ruh ku dapat berkelana... Ternyata manusia telah sakti, dengan akal ia mampu berdiri, sesaat aku merasa akan abadi, padahal suatu saat akan mati, lalu bagaimana aku nanti? saat meninggalkan dunia ini.. Apakah harta, anak dan istri.. sudi menemani.. saat tubuh yang dikafani.. telah terkubur dalam bumi?

Inilah yang seharusnya membuat kita menyadari kesementaraan hidup kita di dunia, dengan umurnya yang sangat pendek, apakah manusia sanggup mencari cintanya yang abadi disaat segala sesuatu ciptaan-Nya memiliki akhir? Dalam sisa umur kita yang merupakan rahasia ini, apakah kita akan sanggup menemukan kebenaran dan meraih cinta-Nya? atau kita akan terjebak dalam belenggu hawa nafsu hingga akhir hayat. Seperti ungkapan seorang penyair, “Binatang terbebas karena kebodohannya, malaikat terbebas karena pengetahuannya, diantaranya, manusia yang tetap berjuang.” Kita dihadapkan pada dua pilihan. Apakah kita akan menjadi lebih buruk dari hewan dengan hawa nafsu kita atau kita akan menjadi lebih baik dari malaikat karena cinta. Seperti sosok mulia Imam Ali bin Abi Thalib as yang sebenarnya telah mengetahui siapa yang akan membunuhnya, namun dia tak berniat untuk menghentikannya, bahkan hanya berkata, “Hai Ibn Muljam, janganlah kau tidur dengan tengkurap, karena itu tidurnya pengkhianat, tidurlah dengan posisi terlentang seperti para Nabi, atau miring ke samping seperti para wali.” Atau kita bisa melihat perjuangan Imam Hussain bin Ali as yang sudah mengetahui akan ajalnya di tangan pasukan Yazid bin Muawiyah namun tak sedikitpun gentar, padahal satu demi satu keluarganya dibantai dengan kejamnya. Bagai penggalan kisah Sumayah dan keluarganya yang disiksa dan dibunuh dengan kejam dihadapan Abu Jahal dan kawan – kawannya. Ia dipaksa meninggalkan keimanannya, tetapi tak sedikitpun ia berubah. Dengan keteguhan ia terus – menerus mengucapkan Tiada Tuhan selain Allah, dan Muhammad ialah rasul-Nya. Sementara ia sedang menderita karena siksa, utusan Rasulullah Saw datang menemuinya memberitahu bahwa ia dapat berpura – pura menyatakan kafir, tapi tetap beriman didalam hati sebagaimana firman Allah, “Kecuali orang yang terpaksa, tetapi hati tetap beriman.” (QS. 16: 106) Namun dengan tegarnya Sumayah berkata. “Sampaikan salam saya kepada Rasulullah. Katakan bahwa Sumayah, yang hatinya telah disucikan Allah dengan iman, tidak akan mengotori lidahnya dengan kata – kata kufur.” Mendengar teriakannya, Abu Jahal geram dan lantas menusuk rahim Sumayah dengan pedangnya dan Sumayah pun akhirnya gugur karena kehabisan darah. Contoh cinta lainnya seperti Abu Dzar yang selalu berkata jujur. Ia tak pernah menyembunyikan keyakinan yang dianggapnya benar, seperti sabda Rasulullah Saw, “Katakanlah yang benar walaupun itu pahit.”. Ia senantiasa menjadi kritikus yang tangguh pada pemerintahan Islam pada waktu itu. Ia berdiri dan berbicara lantang di hadapan Usman bin Affan dan memperbaiki perilakunya. Dan Ia pun melakukan hal yang sama pada pemerintahan Muawiyah. Akhirnya ia dibuang ke Ribzah dan meninggal sendirian seperti yang telah dinubuatkan Rasulullah Saw untuknya, “Ia datang sendiri, mati sendiri, dan akan dibangkitkan pada hari kiamat sendirian pula.” Bahkan Rasulullah Saw pernah berkata tentang Abu Dzar, “Dibawah langit ini, tidak ada lagi lidah yang lebih jujur kecuali lidah Abu Dzar.” Rasulullah Saw berkata, “Jihad yang paling baik ialah menyampaikan kebenaran di hadapan penguasa yang zalim.” Seperti dalam firman Allah. “Wahai orang – orang yang beriman. Takutlah kepada Allah, dan ucapkanlah kata – kata yang benar, niscaya Allah memperbaiki pekerjaanmu dan memaafkan dosa – dosamu. Barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, sungguh ia akan memperoleh kemenangan yang besar.” (QS. 33 : 70 – 71). Inilah kekuatan cinta yang paling tinggi dan luhur. Justru kekuatan cinta yang terbesar didapatkan dengan kematian, Banyak diantara hamba – hamba Tuhan yang beribadah dengan perhitungan, dia menghitung semua dosa yang ia perbuat dengan membayarnya dengan perbuatan baik, lalu dia mengulangi lagi dosanya, terus – menerus. Dalam sebuah kisah, Rabi'ah al-Adawiyah berlari ke tengah pasar dengan membawa se ember air di tangan kanan dan sebilah obor di tangan kiri. Orang keheranan dan bertanya, "Hai Rabi'ah, apa yang kau lakukan?" Sufi perempuan itu menjawab. "Dengan air ini aku ingin memadamkan neraka. Dengan api ini, aku ingin membakar surga, supaya setelah ini orang tidak lagi menyembah Tuhan karena takut akan neraka dan berharap akan surga. Aku ingin setelah ini hamba - hamba Tuhan akan menyembah-Nya hanya karena cinta." Imam Ja'far as Shadiq berkata, "Membangkang kepada Allah sambil mengaku bahwa engkau mencintai-Nya? Demi hidupku, ini ajaib! Apabila cintamu sejati, pasti engkau akan mematuhi-Nya, karena pecinta patuh pada yang dicintainya." Ketaatan dan peribadatan seseorang kepada Allah Swt selaras dengan cintanya kepada Allah Swt. Pada dasarnya, cintalah yang membawa pada ketaatan; si pecinta tidak mampu menolak keinginan yang dicintainya. Dengan cinta, seseorang akan bersedia dan berusaha melakukan yang terbaik demi memenuhi keinginan dan memberikan kebahagiaan bagi yang dicintainya.

No comments:

Post a Comment