Monday, October 25, 2010

HUKUM PERNIKAHAN

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم





ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته


Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Alhamdulillah,Pagi ini saatnya kembali mengkaji ‘secuil’ ilmu tentang pernikahan. kita akan membahas ragam macam hukum pernikahan.
Agar lebih jelas bagi kita –khususnya ikhwan dan akhwat bujangan –
apakah saat ini sudah tepat saatnya untuk menikah, ataukah barangkali masih sekedar keinginan-keinginan sesaat disaat hati merasa sepi.

Agar kita bisa lebih arif bahwasanya tidak setiap keinginan itu harus dipaksakan, tidak setiap hasrat harus segera dipenuhi.
Semua ada aturannya. Semua ada batasan-batasannya.

Ragam Macam Hukum Pernikahan yaitu;

Pertama : Hukum Menikah menjadi WAJIB ;
Menikah bagi sebagian besar ulama menjadi wajib hukumnya, ketika seorang itu : Telah mempunyai kemampuan untuk memberikan nafkah finansial pada keluarganya Berada dalam lingkungan yang memungkinkan terjerumus dalam kezinaan Latar belakang keimanan dan keshalihannya belum memadai Puasa sudah tidak mampu lagi menahan gejolak dan kegelisahannya Hal ini bersandarkan bahwa :
menahan dan menjauhi dari kekejian adalah suatu hal yang wajib, dan jika yang wajib itu tidak terpenuhi selain dengan menikah, maka dengan sendirinya menikah itu menjadi ikut wajib hukumnya.
Kaidah ini dikenal dengan nama :
“ maa lam yatimmu al-wajib illa bihi fahuwa wajib “.

Kedua : Hukum Menikah menjadi HARAM ;
Seseorang diharamkan baginya menikah, ketika bisa dipastikan (berdasarkan pengalaman dan dhahirnya) bahwa dalam pernikahan itu ia akan menzalimi istrinya.
Salah satu contohnya yaitu :
jelas-jelas tidak mampu memberikan nafkah finansial pada istrinya.
Atau dalam kondisi tidak bisa menjalankan kewajibannya kepada suami/istrinya nanti, semisal :
tidak punya kemampuan dalam hubungan suami istri.
Hukum haram ini bisa menjadi berubah saat dipastikan ternyata kondisi-kondisi tersebut telah diperbaiki.
Lalu pertanyaan yang menarik selanjutnya adalah :
Bagaimana jika seseorang berada pada kondisi yang berbahaya mengarah pada zina, dan pada saat yang sama dia belum mempunyai kemampuan finansial yang cukup ? .
Maka solusi ‘sementara’ untuk hal ini adalah menjaga diri dengan berpuasa. Karena jika bertemunya wajib dengan haram, maka yang haramlah yang harus dijauhi terlebih dahulu.
Allah SWT berfirman ;

“ Dan orang-orang yang tidak mampu kawin hendaklah menjaga kesucian (diri)nya, sehingga Allah memampukan mereka dengan karunia-Nya. “
(QS An- Nuur ayat 33)

Dari Ibnu Mas’ud, Rasulullah SAW bersabda :
Wahai segenap pemuda, barang siapa diantara kamu telah mempunyai kemampuan (jimak) maka hendaklah segera menikah, karena itu lebih menundukkan pandangan, dan menjaga kemaluan.
Barang siapa yang belum mampu (memberi nafkah) maka hendaklah ia berpuasa, karena itu menjadi perisai baginya “
(HR Jamaah)

Ketiga : Hukum Menikah menjadi MAKRUH ;
Yaitu ketika seseorang berada dalam kondisi yang dikhawatirkan (bukan dipastikan) akan menimbulkan bahaya dan kerugian jika menikah nantinya, misalnya karena beberapa faktor sebagai berikut :
karena ketidak mampuannya dalam mencukupi kebutuhan rumah tangganya, atau mempunyai penghasilan tetapi sangat belum layak.
Atau bisa juga karena track record kejiwaannya yang belum stabil, seperti emosional dan ringan tangan Atau ada kecenderungan tidak mempunyai keinginan terhadap istrinya, sehingga dikhawatirkan nanti akan menyia-nyiakan istrinya.

Keempat : Hukum Pernikahan menjadi SUNNAH ;
Terakhir, jika seseorang berada dalam kondisi ‘pertengahan’ maka hukum menikah kembali kepada asalnya yaitu sunnah mustahabbah atau dianjurkan. Yaitu jika seseorang dalam kondisi :
Mempunyai daya dukung finansial yang mencukupi secara standar Tidak dikhawatirkan terjerumus dalam perzinaan karena lingkungan yang baik serta kualitas keshalihan yang terjaga.
Dalil yang menunjukkan hukum asal sunnah sebuah pernikahan, diantaranya adalah yang diriwayakan anas bin malik ra.
Yaitu ketika datang tiga sahabat menanyakan pada istri-istri nabi tentang ibadah beliau SAW, kemudian mereka bersemangat ingin menirunya hingga masing-masing mendeklarasikan program ibadah andalannya :
Ada yang mengatakan akan shalat malam terus menerus Ada yang mengatakan akan puasa terus menerus Ada yang mengatakan tidak akan menikah selamanya Dan puncaknya, ketika Rasulullah SAW mendengar hal ini, beliau segera bereaksi keras dan memberikan statemen yang cukup jelas tentang hal tersebut. Beliau bersabda :
Demi Allah .. sungguh aku ini yang paling takut kepada Allah di antara kamu sekalian, aku juga yang paling bertakwa pada-Nya, tetapi aku shalat malam dan juga tidur, aku berpuasa dan juga berbuka, dan aku juga menikahi wanita.
Maka barang siapa yang tidak suka dengan sunnahku maka bukanlah bagian dariku “ (HR Bukhori)

Ikhwan dan akhwat sekalian, marilah mengkaji ulang status dan kondisi kita hari ini.
Apakah telah sampai pada kita kewajiban menikah ? sunnah, haram, atau barangkali justru masih dalam status makruh?
Wahai para Ikhwan dan akhwat……
Apakah yang menghalangi kalian untuk menikah,...???????
Anda lebih tahu jawabannya.

Mazz adeeth minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


Mazz Adeeth ألفقير


CIREBON, Rabu 27 Januari 2010.

No comments:

Post a Comment