Monday, November 1, 2010

Mazmur Cinta

Kasih…
Sungguh telah dikau paparkan makna-makna isyarat yang selama ini terahasiakan dalam senyapnya nafas hidupmu.

Kasih…
Yakinlah…
Dikau harus tegar dalam setiap luhurnya pendirian yang kau semayamkan dalam pusara hatimu.

Kasih…
Riak-riak kehidupan yang telah memposisikanmu terpapah dalam ketidakberdayaan, dimana semua itu adalah dilema hidup yang harus disikapi dengan pasti dan sabar.

Kasih…
Hanya satu goresan nasehat yang semestinya kau pahami, bahwa kau adalah fitrah dan jiwa yang merdeka atas sayap-sayap pengharapan.

Kasih…
Citamu dalam lingkaran Sang Ego Kreatif mestilah utuh tanpa cacat.

Kasih…
Dalam rangkulan Sang Maha Bijaksana, ikutilah indahNya prosa-prosa lirih hatimu, sekalipun seluruh semesta beserta isinya ini akan meninggalkanmu, hingga dikau terantai di sudut-sudut dinding beku ketidak-menentuan.

Kasih…
Sungguh bagi air mata yang selalu sanggup memahamimu, dimana takkan pernah rela membiarkanmu terenyuh dalam kesendirian yang membingungkan.

Kasih…
Dia akan selalu menyertaimu sambil bertutur, “bahwa ketegasan dan ketegaran dalam selendang kesederhanaan yang kau kenakan adalah pengabdian dan perjuangan yang tak sia-sia”.

Kasih…
Pasti… sungguh… akan selalu menemanimu dalam setiap tempat, waktu dan bentuk, yang sesering mungkin berikhtiar menyatu dalam komposisi harmonik yang tepat bersama lajur alur denyut darahmu.

Kasih…
Bersama kau menyentuh wajah Sang Berkehendak, jangan pernah ragu atas apa yang akan kau hidangkan di meja-meja kehidupan kelak, karena petualangan ini bukanlah untuk pelarian dari keputusasaan.

Kasih…
Telah wajar memang untukmu, Diapun akan selalu tersenyum, karena tegarnya kesetiaan cinta Bunda Hawa dalam menjelajahi pencarian, antara butir-butir pasir ganasnya gurun begitu telah tertancap didalam dadamu.

Kasih…
Sambil mengenakan jubah satin kesabaran cinta Bunda Hajjar dalam pengasingan dan kreatifitas cipta, telah dengan begitu tabahnya kau pahami dan jalani hidup ini di bawah naungan mega jingga Sang Hikmah yang terpahat di dinding waktu.

Kasih…
Keteguhan akar-akar cinta Bunda Aisiyah telah kau genggam, sehingga kaupun tak bimbang dan terpana oleh dogma budaya yang keluar menjarah kehormatan dan hakmu.

Kasih…
Kesucian dan kesadaran cinta Bunda Maryam telah menjadi payung hijab yang menaungi ruh kasihmu dalam menyikapi belantara kehidupan.

Kasih…
Walaupun kelak dikau tersudut dalam posisi kalah dan salah, lalu terdiam dan tak tahu harus berbuat apa, namun dalam sujudmu, dimana kau tetap yakin bahwa hidup dan taqdirmu bukanlah sesuatu yang harus direkayasa menurut hitungan petuah-petuah pujangga.

Kasih…
KehendakNya yang selalu bersemayam menghiasi bilik-bilik kamar balai bambu, telah ditentukan bersama dalam prasasti cinta yang berikhtiar menyatu utuh, dan memberi warna di dalam setiap bahasa hatimu.

Kasih…
Maka jalanilah apa yang sekiranya kau yakini, sebab tak perlu dan berhak seorangpun yang memberi warna, yang membentuk pola dan memaksa atas hidupmu, hingga jasadmu terbelenggu, sementara nuranimu terpenjara atas wujud nilai-nilai kebenaran.

Kasih…
Dia akan tetap terus meletus seperti gunung, terpecah seperti keringnya bumi di musim kemarau, ya… seperti sadarnya manusia dalam sentuhan sari cinta, dan dia akan tetap terus berontak dari kematian petuah-petuah zaman. Maka seperti itulah seharusnya engkau...!

Kasih…
Engkau tetaplah engkau dengan setia menggenggam fitrah anugerahNya, jalanilah dengan sabar bersama untaian do’a cintamu. Sebab apapun yang ada pada dirimu tetaplah seperti mutiara yang memancarkan indahnya cahaya yang seharusnya dijaga, dipelihara, dan dihiasi seindah mungkin dengan warna-warna bahasa Sang Kholiq.

Kasih…
Karenanya kesempurnaan dan keyakinan cita Bunda Khadijah telah mengajarkanmu tentang makna hidup dalam suka maupun duka, yang selalu terukir indah bagaikan isyarat kata-kata di taman pengasingan lembah Syi’ib. Sehingga berdiri tegak sempurna, bagaikan keikhlasan cinta Bunda Fatimah dengan tapak tangan berkahnya yang terangkat dan terbuka bercahaya, dimana kaupun bersaksi dalam setiap bentuk, tempat dan waktu.

Wahai Dzat Yang Tak Berawal dan Berakhir…dimana jiwaku selalu bersemayam dalam genggaman-Mu, kutitipkan dirinya pada pesona lindungan-Mu, dan jagalah ia yang selalu berbicara tanpa suara, bersua tanpa muka, jadikanlah do’aku berkah-Mu untuknya, bagi kami dalam mencapai rahmat dan ridha-Mu.

Dan saksikanlah…
Dan sungguh… Tuhan pun takkan pernah bersedih lagi padamu…

WANITA PENGHUNI SYURGA

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Dari Atha bin Abi Rabah, ia berkata, Ibnu Abbas berkata padaku,
“Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?”

Aku menjawab, “Ya”

Ia berkata, “Wanita hitam itulah yang datang kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lalu berkata, ‘Aku menderita penyakit ayan (epilepsi) dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.’

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, ‘Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.’

Wanita itu menjawab, ‘Aku pilih bersabar.’ Lalu ia melanjutkan perkataannya, ‘Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.’

Maka Nabi pun mendoakannya.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Betapa rindunya hati ini kepada surga-Nya yang begitu indah. Yang luasnya seluas langit dan bumi. Betapa besarnya harapan ini untuk menjadi salah satu penghuni surga-Nya. Dan subhanallah! Ada seorang wanita yang berhasil meraih kedudukan mulia tersebut. Bahkan ia dipersaksikan sebagai salah seorang penghuni surga di kala nafasnya masih dihembuskan. Sedangkan jantungnya masih berdetak. Kakinya pun masih menapak di permukaan bumi.

Sebagaimana perkataan Ibnu Abbas kepada muridnya, Atha bin Abi Rabah, “Maukah aku tunjukkan seorang wanita penghuni surga?” Aku menjawab, “Ya”
Ibnu Abbas berkata, “Wanita hitam itulah….dst”

Wahai saudariku, tidakkah engkau iri dengan kedudukan mulia yang berhasil diraih wanita itu? Dan tidakkah engkau ingin tahu, apakah gerangan amal yang mengantarkannya menjadi seorang wanita penghuni surga?

Apakah karena ia adalah wanita yang cantik jelita dan berparas elok? Ataukah karena ia wanita yang berkulit putih bak batu pualam?

Tidak. Bahkan Ibnu Abbas menyebutnya sebagai wanita yang berkulit hitam.

Wanita hitam itu, yang mungkin tidak ada harganya dalam pandangan masyarakat. Akan tetapi ia memiliki kedudukan mulia menurut pandangan Allah dan Rasul-nya. Inilah bukti bahwa kecantikan fisik bukanlah tolak ukur kemuliaan seorang wanita. Kecuali kecantikan fisik yang digunakan dalam koridor yang syar’i. Yaitu yang hanya diperlihatkan kepada suaminya dan orang-orang yang halal baginya.

Kecantikan iman yang terpancar dari hatinyalah yang mengantarkan seorang wanita ke kedudukan yang mulia. Dengan ketaqwaannya, keimanannya, keindahan akhlaqnya, amalan-amalan shalihnya, seorang wanita yang buruk rupa di mata manusia pun akan menjelma menjadi secantik bidadari surga.

Bagaimanakah dengan wanita zaman sekarang yang sibuk memakai kosmetik ini-itu demi mendapatkan kulit yang putih tetapi enggan memutihkan hatinya? Mereka begitu khawatir akan segala hal yang bisa merusak kecantikkannya, tetapi tak khawatir bila iman dan hatinya yang bersih ternoda oleh noda-noda hitam kemaksiatan – semoga Allah Memberi mereka petunjuk -.

Kecantikan fisik bukanlah segalanya. Betapa banyak kecantikan fisik yang justru mengantarkan pemiliknya pada kemudahan dalam bermaksiat. Maka saudariku, seperti apapun rupamu, seperti apapun fisikmu, janganlah engkau merasa rendah diri. Syukurilah sebagai nikmat Allah yang sangat berharga. Cantikkanlah imanmu. Cantikkanlah hati dan akhlakmu.

Wahai saudariku, wanita hitam itu menderita penyakit ayan sehingga ia datang kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meminta beliau agar berdoa kepada Allah untuk kesembuhannya. Seorang muslim boleh berusaha demi kesembuhan dari penyakit yang dideritanya. Asalkan cara yang dilakukannya tidak melanggar syariat. Salah satunya adalah dengan doa. Baik doa yang dipanjatkan sendiri, maupun meminta didoakan orang shalih yang masih hidup. Dan dalam hal ini, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam memiliki keistimewaan berupa doa-doanya yang dikabulkan oleh Allah.

Wanita itu berkata, “Aku menderita penyakit ayan dan auratku tersingkap (saat penyakitku kambuh). Doakanlah untukku agar Allah Menyembuhkannya.”

Saudariku, penyakit ayan bukanlah penyakit yang ringan. Terlebih penyakit itu diderita oleh seorang wanita. Betapa besar rasa malu yang sering ditanggung para penderita penyakit ayan karena banyak anggota masyarakat yang masih menganggap penyakit ini sebagai penyakit yang menjijikkan.

Tapi, lihatlah perkataannya. Apakah engkau lihat satu kata saja yang menunjukkan bahwa ia benci terhadap takdir yang menimpanya? Apakah ia mengeluhkan betapa menderitanya ia? Betapa malunya ia karena menderita penyakit ayan? Tidak, bukan itu yang ia keluhkan. Justru ia mengeluhkan auratnya yang tersingkap saat penyakitnya kambuh.

Subhanallah. Ia adalah seorang wanita yang sangat khawatir bila auratnya tersingkap. Ia tahu betul akan kewajiban seorang wanita menutup auratnya dan ia berusaha melaksanakannya meski dalam keadaan sakit. Inilah salah satu ciri wanita shalehah, calon penghuni surga. Yaitu mempunyai sifat malu dan senantiasa berusaha menjaga kehormatannya dengan menutup auratnya. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang di saat sehat pun dengan rela hati membuka auratnya???

Saudariku, dalam hadits di atas terdapat pula dalil atas keutamaan sabar. Dan kesabaran merupakan salah satu sebab seseorang masuk ke dalam surga. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berkata, “Jika engkau mau, engkau bersabar dan bagimu surga, dan jika engkau mau, aku akan mendoakanmu agar Allah Menyembuhkanmu.” Wanita itu menjawab, “Aku pilih bersabar.”

Wanita itu lebih memilih bersabar walaupun harus menderita penyakit ayan agar bisa menjadi penghuni surga. Salah satu ciri wanita shalihah yang ditunjukkan oleh wanita itu lagi, bersabar menghadapi cobaan dengan kesabaran yang baik.

Saudariku, terkadang seorang hamba tidak mampu mencapai kedudukan kedudukan mulia di sisi Allah dengan seluruh amalan perbuatannya. Maka, Allah akan terus memberikan cobaan kepada hamba tersebut dengan suatu hal yang tidak disukainya. Kemudian Allah Memberi kesabaran kepadanya untuk menghadapi cobaan tersebut. Sehingga, dengan kesabarannya dalam menghadapi cobaan, sang hamba mencapai kedudukan mulia yang sebelumnya ia tidak dapat mencapainya dengan amalannya.

Sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Jika datang suatu kedudukan mulia dari Allah untuk seorang hamba yang mana ia belum mencapainya dengan amalannya, maka Allah akan memberinya musibah pada tubuhnya atau hartanya atau anaknya, lalu Allah akan menyabarkannya hingga mencapai kedudukan mulia yang datang kepadanya.” (HR. Imam Ahmad. Dan hadits ini terdapat dalam silsilah Al-Haadits Ash-shahihah 2599)

Maka, saat cobaan menimpa, berusahalah untuk bersabar. Kita berharap, dengan kesabaran kita dalam menghadapi cobaan Allah akan Mengampuni dosa-dosa kita dan mengangkat kita ke kedudukan mulia di sisi-Nya.

Lalu wanita itu melanjutkan perkataannya, “Tatkala penyakit ayan menimpaku, auratku terbuka, doakanlah agar auratku tidak tersingkap.” Maka Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pun berdoa kepada Allah agar auratnya tidak tersingkap. Wanita itu tetap menderita ayan akan tetapi auratnya tidak tersingkap.

Wahai saudariku, seorang wanita yang ingatannya sedang dalam keadaan tidak sadar, kemudian auratnya tak sengaja terbuka, maka tak ada dosa baginya. Karena hal ini di luar kemampuannya. Akan tetapi, lihatlah wanita tersebut. Bahkan di saat sakitnya, ia ingin auratnya tetap tertutup. Di saat ia sedang tak sadar disebabkan penyakitnya, ia ingin kehormatannya sebagai muslimah tetap terjaga. Bagaimana dengan wanita zaman sekarang yang secara sadar justru membuka auratnya dan sama sekali tak merasa malu bila ada lelaki yang melihatnya? Maka, masihkah tersisa kehormatannya sebagai seorang muslimah?

Saudariku, semoga kita bisa belajar dan mengambil manfaat dari wanita penghuni surga tersebut.

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Sabtu 20 Maret 2010

ASIYAH, WANITA YANG DITAMPAKAN SYURGA UNTUKNYA

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Wanita, sosok lemah dan tak berdaya yang terbayangkan. Dengan lemahnya fisik, Allah tidak membebankan tanggung jawab nafkah di pundak wanita, memberi banyak keringanan dalam ibadah dan perkara lainnya. Mereka adalah sosok yang mudah mengeluh dan tidak tahan dengan beban yang menghimpitnya. Dengan kebengkokannya sehingga Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam memerintahkan untuk bersikap lembut dan banyak mewasiatkan agar bersikap baik kepadanya. Oleh karena itu, tidak mengherankan kiranya jika Allah Tabaroka wa Ta’ala dengan segala hikmah-Nya mengamanahkan kaum wanita kepada kaum laki-laki.

Namun, kelemahan itu tak harus melunturkan keteguhan iman. Sebagaimana keteguhan salah seorang putri, istri dari seorang suami yang menjadi musuh Allah Rabb alam semesta. Seorang suami yang angkuh atas kekuasaan yang ada di tangannya, yang dusta lagi kufur kepada Rabbnya. Putri yang akhirnya harus disiksa oleh tangan suaminya sendiri, yang disiksa karena keimanannya kepada Allah Dzat Yang Maha Tinggi. Dialah Asiyah binti Muzahim, istri Fir’aun.

Ketika mengetahui keimanan istrinya kepada Allah, maka murkalah Fir’aun. Dengan keimanan dan keteguhan hati, wanita shalihah tersebut tidak goyah pendiriaannya, meski mendapat ancaman dan siksaan dari suaminya.

Kemudian keluarlah sang suami yang dzalim ini kepada kaumnya dan berkata pada mereka, “Apa yang kalian ketahui tentang Asiyah binti Muzahaim?” Mereka menyanjungnya.Lalu Fir’aun berkata lagi kepada mereka,“Sesungguhnya dia menyembah Tuhan selainku.” Berkatalah mereka kepadanya,“Bunuhlah dia!”

Alangkah beratnya ujian wanita ini, disiksa oleh suaminya sendiri.

Dimulailah siksaan itu, Fir’aun pun memerintahkan para algojonya untuk memasang tonggak. Diikatlah kedua tangan dan kaki Asiyah pada tonggak tersebut, kemudian dibawanya wanita tersebut di bawah sengatan terik matahari. Belum cukup sampai disitu siksaan yang ditimpakan suaminya. Kedua tangan dan kaki Asiyah dipaku dan di atas punggungnya diletakkan batu yang besar. Subhanallah…saudariku, mampukah kita menghadapi siksaan semacam itu? Siksaan yang lebih layak ditimpakan kepada seorang laki-laki yang lebih kuat secara fisik dan bukan ditimpakan atas diri wanita yang bertubuh lemah tak berdaya. Siksaan yang apabila ditimpakan atas wanita sekarang, mugkin akan lebih memilih menyerah daripada mengalami siksaan semacam itu.

Namun, akankah siksaan itu menggeser keteguhan hati Asiyah walau sekejap? Sungguh siksaan itu tak sedikitpun mampu menggeser keimanan wanita mulia itu. Akan tetapi, siksaan-siksaan itu justru semakin menguatkan keimanannya.

Iman yang berangkat dari hati yang tulus, apapun yang menimpanya tidak sebanding dengan harapan atas apa yang dijanjikan di sisi Allah Tabaroka wa Ta’ala. Maka Allah pun tidak menyia-nyiakan keteguhan iman wanita ini. Ketika Fir’aun dan algojonya meninggalkan Asiyah, para malaikat pun datang menaunginya.

Di tengah beratnya siksaan yang menimpanya, wanita mulia ini senantiasa berdo’a memohon untuk dibuatkan rumah di surga. Allah mengabulkan doa Asiyah, maka disingkaplah hijab dan ia melihat rumahnya yang dibangun di dalam surga. Diabadikanlah doa wanita mulia ini di dalam al-Qur’an,

“Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam surga dan selamatkanlah aku dari Fir’aun dan perbuatannya dan selamatkan aku dari kaum yang dzalim.” (Qs. At-Tahrim:11)

Ketika melihat rumahnya di surga dibangun, maka berbahagialah wanita mulia ini. Semakin hari semakin kuat kerinduan hatinya untuk memasukinya. Ia tak peduli lagi dengan siksaan Fir’aun dan algojonya. Ia malah tersenyum gembira yang membuat Fir’aun bingung dan terheran-heran. Bagaimana mungkin orang yang disiksa akan tetapi malah tertawa riang? Sungguh terasa aneh semua itu baginya. Jika seandainya apa yang dilihat wanita ini ditampakkan juga padanya, maka kekuasaan dan kerajaannya tidak ada apa-apanya.

Maka tibalah saat-saat terakhir di dunia. Allah mencabut jiwa suci wanita shalihah ini dan menaikkannya menuju rahmat dan keridhaan-Nya. Berakhir sudah penderitaan dan siksaan dunia, siksaan dari suami yang tak berperikemanusiaan.

Saudariku..tidakkah kita iri dengan kedudukan wanita mulia ini? Apakah kita tidak menginginkan kedudukan itu? Kedudukan tertinggi di sisi Allah Yang Maha Tinggi. Akan tetapi adakah kita telah berbuat amal untuk meraih kemuliaan itu? Kemuliaan yang hanya bisa diraih dengan amal shalih dan pengorbanan. Tidak ada kemuliaan diraih dengan memanjakan diri dan kemewahan.

Saudariku..tidakkah kita menjadikan Asiyah sebagai teladan hidup kita untuk meraih kemuliaan itu? Apakah kita tidak malu dengannya, dimana dia seorang istri raja, gemerlap dunia mampu diraihnya, istana dan segala kemewahannya dapat dengan mudah dinikmatinya. Namun, apa yang dipilihnya? Ia lebih memilih disiksa dan menderita karena keteguhan hati dan keimanannya. Ia lebih memilih kemuliaan di sisi Allah, bukan di sisi manusia. Jangan sampailah dunia yang tak seberapa ini melenakan kita. Melenakan kita untuk meraih janji Allah Ta’ala, surga dan kenikmatannya.

Saudariku…jangan sampai karena alasan kondisi kita mengorbankan keimanan kita, mengorbankan aqidah kita. Marilah kita teladani Asiyah binti Muzahim dalam mempertahankan iman. Jangan sampai bujuk rayu setan dan bala tentaranya menggoyahkan keyakinana kita. Janganlah penilaian manusia dijadikan ukuran, tapi jadikan penilaian Allah sebagai tujuan. Apapun keadaan yang menghimpit kita, seberat apapun situasinya, hendaknya ridha Allah lebih utama. Mudah-mudahan Allah mengaruniakan surga tertinggi yang penuh kenikmatan.

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Minggu 21 Maret 2010

SAUDARIKU, KUINGIN MERAIH SYURGA BERSAMAMU

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Memakai jilbab, untuk saat ini dan di negara ini, bukanlah berarti sebuah pengilmuan akan agama. Dulu aku pernah beranggapan bahwa seorang yang memakai jilbab adalah orang yang akan berusaha mempertahankan jilbabnya disebabkan proses pemakaian jilbab itu sendiri membutuhkan pergulatan di hati yang membuncah-buncah dan penuh derai air mata. Tapi sayangnya, makin bertambah usiaku, maka berubah pula anggapan itu disebabkan berbagai kenyataan yang kutemui.

Aku baru menyadari ada sebagian wanita yang menggunakan jilbab hanya karena sekedar disuruh atau diwajibkan oleh orang tua, tempat belajar atau tempatnya bekerja. Jika telah keluar dari ‘aturan’ itu, maka lepas pula jilbab yang menutupi kepalanya. Mungkin karena itulah kain-kain itu tidak menutup secara benar kepala dan dada mereka.

Sebagian lagi, memakai jilbab karena pada saat itu, jilbab terasa pas untuk dipakai dan lebih menimbulkan kesan ‘gaya’ dan kereligiusan agama. Apalagi jika diberi pernak-pernik di sana-sini. Jilbab yang seharusnya menutup keindahan wanita tersebut malah justru menambah keindahan itu sendiri. Ditambah lagi kesan agamis yang terasa nyaman di hati.

Aku juga pernah berpikir dan bertanya-tanya, bahwa orang-orang memakai cadar dan berjilbab lebar apakah tidak kepanasan dengan seluruh atributnya? Apakah tidak repot jika hendak keluar dimana mereka harus memakai seluruh kain panjang tersebut? Mulai dari baju, jilbab yang lebar, masih harus ditambah memakai kaus kaki! Ah! Dan di balik jilbab itu, ternyata masih ada jilbab lagi! Dan… apakah mereka bisa melihat dari balik cadar yang menutup matanya?

Untuk yang satu ini, waktu tidak cukup untuk menjawab semua pertanyaan itu. Karena butuh pengetahuan lain yang merasuk ke dalam hati untuk mendapatkan jawabannya. Pengetahuan akan indahnya Islam dengan segala pengaturan yang diberikan oleh Allah. Pengetahuan akan surga yang begitu indah dan damai dengan segala kenikmatannya. Pengetahuan bahwa surga tidak akan tercium oleh wanita yang mengumbar-umbar aurat di depan khalayak. Pengetahuan bahwa penghuni neraka yang paling banyak adalah wanita. Ternyata kerepotan itu bukanlah kerepotan, melainkan sebuah usaha. Usaha dari seorang wanita muslimah untuk menggapai surga-Nya. Untuk bersanding dengan suaminya ditemani dengan bidadari cantik lainnya. Panas dari jilbab itu bukanlah rasa panas yang menyesakkan pikiran dan dada. Akan tetapi hanya sepercik penguji jiwa yang dapat meluruhkan dosa-dosa kecil dari seorang insan wanita. Bukankah Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam mengatakan bahwa setiap kesusahan yang dialami muslim merupakan peluruh bagi dosa-dosanya.

Maka… hatiku kini pedih… Ketika kemarin melihat saudariku yang lain, seiring dengan berjalannya waktu, kini telah membuka jilbabnya. Sempat kutanyakan, “Di mana jilbabnya?”

Ia menjawab, “Tidak sempat kupakai.”

Aih… waktu kutanyakan itu, memang pada saat dimana orang-orang sibuk menyelamatkan dirinya dikarenakan bencana alam. Aku hanya terdiam mendengar jawaban itu. Ah… mungkin karena sangat terkejutnya sehingga tidak sempat berbalik lagi untuk mengambil jilbab.

Tapi hari ini… kutemukan dia sudah menanggalkan jilbabnya. Bahkan tak tersisa sedikitpun jejak bahwa ia pernah memakai jilbab. Kini ia telah bercelana pendek dengan pakaian yang pendek pula. Sesak rasanya dada ini. Tetapi belum ada daya dari diriku untuk bertanya lagi tentang sebuah kain yang menutupi kepala dan dadanya. Masih tersisa di benakku, jika seseorang yang menggunakan jilbab melepas jilbabnya… maka habislah sudah… karena perenungan dan pergulatan hati itu kini telah dikalahkan oleh hawa nafsu. Perenungan yang pernah mendapatkan kemenangan dengan dikenakannya jilbab itu kini justru bahkan tak mau diingat. Hanya kepada Allah-lah aku mengadu dan memohonkan hidayah itu agar tetap ada bersamaku dan kembali ditunjukkan kepadanya.

Saudariku… kuingin meraih surga bersamamu. Maka, saat ini aku hanya bisa berdoa. Semoga kita bertemu di surga kelak…
Amieeeen,...61x.

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Senin 22 Maret 2010.

UKHTI, JAGALAH SUARAMU !

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Anugerah kecantikan yang Allah berikan kepada wanita dari berbagai sisinya dapat menimbulkan dampak kebaikan dan keburukan baik untuk dirinya sendiri atau lawan jenisnya. Bak mutiara indah yang senantiasa menebarkan kilauannya. Namun kilauan itu juga dapat menjadi ladang kemaksiatan jika tidak dijaga oleh pemiliknya seperti dicuri atau dirampas. Begitu pula keindahan dari seorang wanita akan mengundang keburukan jika tidak dijaga dengan baik. Keburukan yang akan timbul antara lain munculnya fitnah dari dalam dirinya. Sebagaimana telah disabdakan oleh Rosululloh ShollAllahu ‘Alaihi Wa salam, bahwa Wanita adalah salah satu perhiasan dunia yang bisa menjadi FITNAH.

“Tidaklah ada fitnah sepeninggalanku yang lebih besar bahayanya bagi laki-laki selain fitnah wanita. Dan sesungguhnya fitnah yang pertama kali menimpa bani Israil adalah disebabkan oleh wanita.” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim no 2740 [97])

“Hati-hatilah terhadap wanita, karena fitnah pertama kali yang menimpa bani isroil disebabkan oleh wanita.” (Hadits shahih diriwayatkan oleh Muslim no 2742 [99])

Segala keindahan yang terdapat dalam diri seorang wanita harus dijaga, bahkan hal yang dianggap remeh pun seperti “suara”. Tanpa pernah kita sadari, suara juga bisa mendatangkan fitnah, meskipun suara itu keluar bukan dimaksudkan secara khusus untuk melagukannya atau untuk menarik perhatian. Untuk itu Allah telah melarang kaum Hawa untuk berlemah lembut dalam berbicara dengan laki-laki agar tidak timbul keinginan orang yang didalam hatinya terdapat penyakit seperti firman-Nya:

“Hai isteri-isteri Nabi, kamu sekalian tidaklah seperti wanita yang lain jika kamu bertaqwa. Maka janganlah kamu tunduk dalam berbicara dengan mendayu-dayu sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit dalam hatinya.” (Al Ahzab: 32)

Saudariku, ayat ini turun untuk memperingatkan kita agar lebih berhati-hati dalam mengeluarkan suara kita. Allah juga melarang wanita untuk tidak berkata dengan lemah lembut dengan laki-laki yang bukan mahromnya, Peringatan itu pun semula Allah turunkan untuk Laki-laki di zaman Nabi yang kita tahu bahwa keimanan mereka lebih kuat dan akhlaknya lebih bagus daripada laki-laki di zaman sekarang.

Maka dari itu berbicaralah seperlunya saja dengan laki-laki yang bukan mahrom. Jika memang ada keperluan yang sangat darurat maka berbicara dibalik tabir itu lebih baik, seperti perintah Allah kepada kaum mukmin tatkala meminta sesuatu dengan wanita yang bukan mahrom dari balik tabir, Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

“Apabila kamu meminta sesuatu kepada mereka (isteri-isteri nabi), Maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka.” (Al Ahzab: 53)

Wahai ukhti, jagalah suara kita agar tidak menjadi fitnah yang besar bagi kaum Adam. Semoga Allah mengampuni kita semua wahai saudariku dengan keindahan-keindahan yang mengandung fitnah ini. Janganlah kita berbangga hati dengan keindahan yang kita punyai karena sesungguhnya di balik keindahan tersebut terdapat ujian bagi kita.

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Rabu 24 Maret 2010.

DIA WANITA ATAU LAKI-LAKI ?

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Sesungguhnya Allah Ta’ala telah menciptakan kaum lelaki dan kaum wanita sebagai dua jenis kelamin yang berbeda. Allah Ta’ala juga telah menetapkan dan menakdirkan bahwa laki-laki tidak sama dengan wanita baik dalam bentuk fisik, kondisi dan penampilannya. Sifat lemah lembut dan cenderung suka berhias merupakan salah satu sifat yang membedakan wanita dengan kaum lelaki. Namun bagaimana kenyataan yang terjadi di jaman ini yang disebut-sebut sebagai zaman modern? Saat ini dengan mudah akan kita jumpai kaum wanita serupa dengan kaum laki-laki dalam hal berpakaian, gerakan, suara dan dalam semua hal yang merupakan fitrah bagi laki-laki. Demikian pula sebaliknya, banyak kaum laki-laki yang menyerupai wanita. Kaum laki-laki tidak mau kalah untuk ikut berdandan sebagaimana dandanan kaum wanita. Lalu bagaimana hukum Islam terhadap hal ini?

Ibnu ‘Abbas radhiallahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melaknat para laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai laki-laki.” (HR. Bukhari)

Wahai wanita muslimah, apakah kita menutup telinga dari sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tersebut? Sesungguhnya menyerupai laki-laki demikian juga laki-laki yang menyerupai wanita merupakan dosa besar dikarenakan ancaman laknat yang disampaikan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sebagian wanita ada yang melakukan beberapa perkara yang merupakan sifat khusus laki-laki, seperti berbicara dengan suara laki-laki (dengan dibuat-buat) atau semacamnya dengan maksud membuat orang lain tertawa atau untuk menakut-nakuti. Jika ia telah mengetahui keharaman menyerupai laki-laki namun ia tetap melakukannya, niscaya ia masuk ke dalam perkara yang dilaknat oleh Rasulullah. Apabila ia berbicara dengan suara laki-laki untuk menakut-nakuti mereka, maka ia berdosa dengan dosa yang lebih besar daripada jika ia hanya ingin membuat mereka tertawa. Yang demikian itu karena ia telah melakukan dua larangan yaitu menyerupai laki-laki dan menakut-nakuti orang. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda, “Tidak halal bagi seorang muslim untuk menakut-nakuti muslim yang lain.” (HR. Abu Dawud)

Ath-Thabari berkata di dalam Al-Fath, yang maknanya, “Tidak boleh bagi laki-laki untuk menyerupai wanita dalam pakaian dan perhiasan yang khusus untuk wanita, demikian juga sebaliknya.”

Al-Hafizh berkata: “Demikian juga dalam berbicara dan berjalan, adapun dalam berpakaian, maka hal itu berbeda-beda sesuai dengan adat dari masing-masing negeri, karena mungkin ada kaum yang tidak membedakan antara pakaian wanita dengan pakaian laki-laki. Akan tetapi wanita dibedakan dengan adanya hijab dan cadar. Adapun celaan menyerupai dalam hal berbicara dan berjalan, maka itu khusus pada orang yang melakukannya dengan sengaja. Sedangkan orang yang memang sudah pembawaannya begitu, maka ia diperintahkan memaksakan diri untuk meninggalkannya dan membiasakan terus menerus hal itu (perilaku yang sesuai jenis kelaminnya –ed.) secara bertahap. Jika seseorang tidak meninggalkan hal ini serta terus-menerus melakukannya, maka ia terkena celaan tersebut. Apalagi jika nampak darinya sesuatu yang menunjukkan bahwa ia ridha dengan hal tersebut sehingga menjadi jelas, bahwa ia termasuk dalam golongan orang-orang yang ber-tasyabuh atau menyerupai sesuatu (yaitu menyerupai lawan jenisnya -ed).” Sesungguhnya selalu terdapat hikmah dalam setiap larangan Allah baik yang kita ketahui ataupun yang tersembunyi. Allah ‘Azza wa Jalla telah menciptakan makhluk-Nya dengan ciptaan yang paling sempurna serta disertai dengan sifat yang terbaik sesuai keadaannya. Semoga kita termasuk kaum yang berpikir.

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Kamis 25 Maret 2010.

ADAB SALAM DAN SHOLAWAT

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Salah satu bentuk ibadah yang terlalaikan, namun dianggap sebagai hal biasa di kalangan kaum muslimin sekarang ini adalah menulis salam dan shalawat dengan disingkat. Padahal telah diketahui bahwa dalam kaidah penggunaan bahasa Arab, kesempurnaan tulisan dan pembacaan lafadz akan mempengaruhi arti dan makna dari sebuah kata dan kalimat.

Lalu, bagaimana jika salam dan shalawat disingkat dalam penulisannya?
Apakah akan merubah arti dan makna kalimat tersebut?


Adab Menulis Salam
Kata salaam memuat makna keterbebasan dari setiap malapetaka dan perlindungan dari segala bentuk aib dan kekurangan. Salaam juga berarti aman dari segala kejahatan dan terlindung dari peperangan. Oleh karena itu, Islam memerintahkan supaya menampakkan salam dan menyebarluaskannya (Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam kitab Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin, Bab Keutamaan Salam dan Perintah Untuk Menyebarluaskannya).

Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala, yang artinya, “Dan apabila kamu dihormati dengan suatu penghormatan, maka balaslah penghormatan itu dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa). Sesungguhnya Allah memperhitungkan segala sesuatu.” (Qs. An-Nisaa’: 86)

Yang dimaksud dengan penghormatan pada ayat diatas adalah ucapan salam, yaitu:
Assalaamu ‘alaykum
Atau assalaamu ‘alaykum warahmatullaah
Atau assalamu ‘alaykum warahmatullaah wabarakaatuh

Dalam ayat diatas juga terdapat perintah untuk membalas salam dengan yang lebih baik atau serupa dengan itu. Misalkan ada yang memberi salam dengan ucapan assalaamu ‘alaykum maka balaslah dengan yang serupa, yaitu wa’alaykumussalaam. Atau yang lebih baik dari itu, yaitu, wa’alaykumussalaam warahmatullaah, dan seterusnya.

Dari ayat yang mulia di atas dapat diketahui bahwa hukum menjawab atau membalas salam dengan lafadz yang serupa atau sama dengan apa yang diucapkan adalah fardhu atau wajib. Sedangkan membalas salam dengan lafadz yang lebih baik dari itu hukumnya adalah sunah. Dan berdosalah orang yang tidak menjawab atau membalas salam dengan lafadz yang serupa atau yang lebih baik dari itu. Karena dengan sendirinya dia telah menyalahi perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memerintahkan untuk membalas salam orang yang memberi salam kepada kita (al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam kitab Al-Masaail, Masalah Kewajiban Membalas Salam).

Dari penjelasan di atas, lafadz “aslkm” bahkan “ass” dan singkatan yang sejenisnya bukan termasuk dalam kategori salam. Dan bagaimana lafadz-lafadz tersebut dapat disebut salam, sementara dalam lafadz tersebut tidak mengandung makna salam yaitu penghormatan dan do’a bagi penerima salam. Bahkan lafadz “ass”, dalam perbendaharaan kosa kata asing memiliki pengertian yang tidak sepantasnya, bahkan mengandung unsur penghinaan (wal ‘iyyadzubillah).

Adab Menulis Shalawat

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam kitab-Nya yang mulia, yang artinya,“Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Malaikat-Nya bershalawat untuk Nabi. Hai, orang-orang yang beriman, bershalawatlah kamu untuk Nabi dan ucapkanlah salam penghormatan kepadanya.” (Qs. Al-Ahzaab: 56)

Dalam ayat ini Allah Subhanahu wa Ta’ala memuliakan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam, baik di masa hidup maupun sepeninggal beliau. Allah Subhanahu wa Ta’ala menyebutkan kedudukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam di sisi-Nya dan membersihkan beliau dari tindakan atau pikiran jahat orang-orang yang berinteraksi dengan beliau.

Yang dimaksud shalawat Allah adalah puji-pujian-Nya kepada Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam. Dan yang dimaksud shalawat para malaikat adalah do’a dan istighfar. Sedangkan yang dimaksud shalawat dari ummat beliau adalah do’a dan mengagungkan perintah beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam (Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali dalam kitab Bahjatun Naadzirin Syarah Riyadhush Shalihin Bab Shalawat Kepada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Disunnahkan –sebagian ulama mewajibkannya– mengucapkan shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, setiap kali menyebut atau disebut nama beliau, yaitu dengan ucapan: “shallallahu ‘alaihi wa sallam” (al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat dalam kitab Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam).

Dalam sebuah riwayat dari Husain bin ‘Ali bin Abi Thalib disebutkan bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda,

“Orang yang bakhil (kikir/pelit) itu ialah orang yang (apabila) namaku disebut disisinya, kemudian ia tidak bershalawat kepadaku shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (Diriwayatkan oleh Imam Ahmad bin Hambal no. 1736, dengan sanad shahih)

Syaikh Salim bin ‘Ied al-Hilali mengatakan bahwa disunnahkan bagi para penulis agar menulis shalawat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam secara utuh, tidak disingkat (seperti SAW, penyingkatan dalam bahasa Indonesia – pent) setiap kali menulis nama beliau.

Al-Ustadz Abdul Hakim bin Amir Abdat juga mengatakan dalam kitab Sifat Shalawat dan Salam Kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa disukai apabila seseorang menulis nama Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka bershalawatlah dengan lisan dan tulisan.

Ketahuilah saudariku, shalawat ummat kepada Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah bentuk dari sebuah do’a. Demikian pula dengan makna salam kita kepada sesama muslim. Dan do’a merupakan bagian dari ibadah. Dan tidaklah ibadah itu akan mendatangkan sesuatu selain pahala dari Allah Jalla wa ‘Ala. Maka apakah kita akan berlaku kikir dalam beribadah dengan menyingkat salam dan shalawat, terutama kepada kekasih Allah yang telah mengajarkan kita berbagai ilmu tentang dien ini?

Saudariku, marilah kita berusaha menjadi hamba-hamba-Nya tidak lalai dari kesempurnaan dalam beribadah?

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Jum'at 26 Maret 2010

UNTUK WANITA MUSLIMAH

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Wanita muslimah adalah dambaan setiap pria.
Jangankan pria muslim yang taat, seorang pria yang pengetahuan agamanya minim pun mendambakan untuk dapat menikah dengan seorang wanita muslimah.

Hal ini merupakan sesuatu yang wajar, mengingat wanita muslimah mampu menjadi penyejuk hati. Untuk menjadi wanita muslimah mungkin tidak mudah, bagi sebagian wanita. Namun jika niat yang dimiliki kuat dan selalu berpegang pada Al-Qur’an dan Sunnah Rasulullah shalallahu ‘alaihi wassalam, maka menjadi seorang wanita muslimah tidaklah sesulit yang dibayangkan.
Jika seorang wanita terus berpegang teguh pada syariat agama islam, insya Allah dengan sendirinya, bahkan tanpa disadarinya, ia akan termasuk ke dalam golongan wanita muslimah.

Untuk para wanita, berikut ini ada beberapa nasehat yang dapat direnungkan dan dilaksanakan dalam upaya menjadi seorang wanita yang muslimah:

Pertama:
Wanita Muslimah senantiasa beriman kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala sebagai Rabbnya, percaya Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam sebagai Nabinya, dan percaya Islam sebagai agamanya.
Dan tampak wujud iman itu dalam perkataan, amalan dan i’tiqad. Dia senantiasa waspada, menjauhi murka Allah dan takut pada kepedihan adzab-Nya serta menjauhi apa-apa yang menyelisihi perintah-Nya.

Kedua:
Wanita Muslimah senantiasa menjaga shalat lima waktu dengan wudhunya dan khusuk’nya serta memperhatikan waktunya. Kesibukan tertentu tidak menjadikan shalat terabaikan. Kesenangan tertentu tidak sampai melalaikan ibadah. Sehingga tampaklah padanya dampak dari penghayatan shalat. Karena sesungguhnya shalat itu mencegah dari perbuatan keji dan munkar. Dan shalat juga merupakan benteng yang besar dari kemaksiatan.

Ketiga:
Wanita Muslimah senantiasa menjaga dan memelihara hijab. Merasa senang hati dan mulia dengan busana muslimah itu. Dia tidak keluar kecuali selalu menutup auratnya dan memohon perlindungan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Dan dia bersyukur kepadaNya atas kemulian dari Allah Subhanahu wa Ta’ala dengan hijab tersebut. Allah Subhanahu wa Ta’ala juga telah menjaga dan menginginkan kesucian dirinya.
Allah berfirman:
"Hai Nabi katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin:Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke tubuhnya”(al-Ahzab: 59)

Keempat:
Wanita Muslimah senantiasa bersemangat untuk menjalankan ketaatan pada suaminya, bersikap lemah lembut terhadapnya, menyayanginya, dan mendorongnya kepada kebaikan, memberi nasehat kepadanya dan menjadikan sang suami bisa beristirahat. Dia tidak meninggikan suara terhadapnya dan tidak menyakiti dalam kata-kata. Telah tersebut di dalam riwayat yang shahih bahwa Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
"Apabila seorang wanita shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadlan dan taat pada suaminya niscaya dia masuk surga Rabbnya." (HR. Ahmad dan Thabarani).

Kelima:
Wanita Muslimah senantiasa mendidik anak-anaknya untuk taat kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, mengajarkan pada mereka aqidah yang benar, menanamkan pada hati mereka kecintaan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dan kecintaan pada Rasul-Nya Shallallahu ‘alaihi wa Sallam, serta menjauhkan mereka dari kemaksiatan dan akhlaq yang tercela.
Allah berfirman:
"Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu, penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang Dia perintahkan kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan." (At-Tahrim:6)

Keenam:
Wanita Muslimah tidak berduaan di tempat sepi dengan laki-laki asing (bukan mahram). Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda:
"Tidaklah seorang perempuan bersepi-sepi dengan seorang laki-laki kecuali setan menjadi yang ketiganya." (HR. Ahmad, Tirmidzi dan Al-Hakim)
Sehingga dia tidak bepergian tanpa mahram, dan tidak mendatangi pasar-pasar dan tempat-tempat umum kecuali dalam kondisi mendesak sambil memakai hijab, terselimuti dan rapi tertutup.

Ketujuh:
Wanita Muslimah tidak menyerupai laki-laki pada perkara yang khusus bagi laki-laki.
Sabda Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa Sallam :
"Allah melaknat orang laki-laki yang menyerupai wanita dan para wanita yang menyerupai laki-laki."
(Hadits shahih). Dan jangan sampai menyerupai perempuan-perempuan kafir pada ciri khas mereka dalam hal pakaian, gerak-gerik, dan tingkah laku, dan lainnya.
Sabda Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam: "Barangsiapa menyerupai suatu kaum maka dia termasuk mereka." (HR. Ahmad, Abu Dawud dan lainnya)

Kedelapan:
Wanita Muslimah sebagai seorang da’i yang menyeru menuju Allah Subhanahu wa Ta’ala di barisan perempuan dengan bahasa yang baik, dengan berkunjung ketetangga, dengan menelpon saudari-saudarinya, dengan kitab-kitab kecil dan kaset-kaset Islami. Dia juga melakukan apa yang ia katakan, dan giat untuk menyelamatkan diri dan saudarinya dari adzab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘alaihi wa Sallam bersabda : "Sesungguhnya bila Allah memberikan hidayah kepada satu orang lantaran anda, itu lebih baik bagi anda daripada harta yang termahal." (HR. Bukhari dan Muslim).

Kesembilan:
Wanita Muslimah senantiasa menjaga hatinya dari perkara syubhat (yang samar) dan syahwat serta menjaga matanya dari perkara yang haram. Menjaga telinganya dari musik, perkataan cabul/jorok dan dosa. Menjaga anggota tubuh seluruhnya dari penyimpangan. Dan mengetahui bahwa yang demikian ini adalah taqwa. Sabda Rasulullah SAW:
"Malulah kalian kepada Allah dengan sebenar-benarnya. Barangsiapa yang malu kepada Allah dengan sebenar-benarnya niscaya dia akan menjaga kepala dan apa yang ada di dalamnya dan (menjaga) perut dan apa yang dimuatnya. Dan barangsiapa yang mengingat kematian dan kebinasaan, dia akan meninggalkan perhiasan kehidupan dunia." (HR. Ahmad, Tirmidzi, Hakim).

Kesepuluh:
Wanita Muslimah memelihara waktunya agar tidak terbuang sia-sia, menjaga siang hari atau malamnya agar tidak berantakan. Dia menjauhkan diri dari ghibah (menggunjing), namimah (mengadu domba), ataupun mencaci, dan hal-hal yang tidak berguna lainnya.
Allah berfirman:
Dan jauhilah orang-orang yang menjadikan agama mereka sebagai permainan dan senda gurau dan mereka telah terpedaya dengan kehidupan dunia. (Al-An’am:70)

Allah Ta’ala berfirman tentang kaum yang menyia-nyiakan umurnya, bahwa mereka akan berkata:
Betapa ruginya kami karena apa-apa yang telah kami lalaikan di dalamnya (dunia) (Al-An’am: 31)

Wahai para wanita muslim, berlomba-lombalah kalian untuk menjadi seorang wanita muslimah yang sebenar-benarnya. Semoga Allah subhanahu wata’ala membimbing kita semua….. Amieeeen,...61x.

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Minggu 07 Maret 2010.

SIAPAKAH WANITA YANG PERTAMA MASUK SYURGA

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Pernahkah terbersit dalam pikiran anda untuk bertanya “Siapa sih wanita yang pertama masuk surga di akhirat kelak?”. Sebuah pertanyaan iseng yang kalo dipikir-pikir sih ternyata membuat kita penasaran juga ya. Jika anda penasaran (seperti juga aku ketika itu), maka anda sama penasarannya dengan Siti Fatimah, putri Rasulullah Saw. Ia berniat menanyakan hal ini kepada ayahandanya.

Lalu, apakah anda menduga bahwa wanita yang pertama masuk surga itu adalah Siti Fatimah? Atau ibunda beliau Siti Khadijah, atau Siti Aisyah ataukah salah satu dari keluarga Rasulullah Saw lainnya? Mmm. Jika iya, jawaban anda ternyata salah. Inilah hebatnya Islam, tidak mengenal istilah ‘nepotisme’ (hehehe). Dalam sebuah ceramah agama, akhirnya aku tahu, ternyata wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali adalah seorang wanita yang bernama Muti’ah. Anda kaget? Sama seperti Siti Fatimah ketika itu, yang mengira dirinyalah yang pertama kali masuk surga.

Siapakah Muti’ah? Karena rasa penasaran yang tinggi, Siti Fatimah pun mencari seorang wanita yang bernama Muti’ah ketika itu. Beliau juga ingin tahu, amal apakah yang bisa membuat wanita itu bisa masuk surga pertama kali? Mmm, pencarian pun dimulai, sodare-sodare…

Setelah bertanya-tanya, akhirnya Siti Fatimah mengetahui rumah seorang wanita yang bernama Muti’ah tersebut. Kali ini ia ingin bersilaturahmi ke rumah wanita tersebut, ingin melihat lebih dekat kehidupannya. Waktu itu, Siti Fatimah berkunjung bersama dengan anaknya yang masih kecil, Hasan. Setelah mengetuk pintu, terjadilah dialog.

“Di luar, siapa?” kata Muti’ah tidak membukakan pintu.

“Saya Fatimah, putri Rasulullah”

“Oh, iya. Ada keperluan apa?”

“Saya hanya berkunjung saja”

“Anda seorang diri atau bersama dengan lainnya?”

“Saya bersama dengan anak saya, Hasan?”

“Maaf, Fatimah. Saya belum mendapatkan izin dari suami saya untuk menerima tamu laki-laki”

“Tetapi Hasan masih anak-anak”

“Walaupun anak-anak, dia lelaki juga kan? Maaf ya. Kembalilah besok, saya akan meminta izin dulu kepada suami saya”

“Baiklah” kata Fatimah dengan nada kecewa. Setelah mengucapkan salam, ia pun pergi.

Keesokan harinya, Siti Fatimah kembali berkunjung ke rumah Muti’ah. Selain mengajak Hasan, ternyata Husein (saudara kembar Hasan) merengek meminta ikut juga. Akhirnya mereka bertiga pun berkunjung juga ke rumah Muti’ah. Terjadilah dialog seperti hari kemarin.

“Suami saya sudah memberi izin bagi Hasan”

“Tetapi maaf, Muti’ah. Husein ternyata merengek meminta ikut. Jadi saya ajak juga!”

“Dia perempuan?”

“Bukan, dia lelaki”

“Wah, saya belum memintakan izin bagi Husein.”

“Tetapi dia juga masih anak-anak”

“Walaupun anak-anak, dia juga lelaki. Maaf ya. Kembalilah esok!”

“Baiklah” Kembali Siti Fatimah kecewa. Namun rasa penasarannya demikian besar untuk mengetahui, rahasia apakah yang menyebabkan wanita yang akan dikunjunginya tersebut diperkanankan masuk surga pertama kali.

Akhirnya hari esok pun tiba. Siti Fatimah dan kedua putranya kembali mengunjungi kediaman Mutiah. Karena semuanya telah diberi izin oleh suaminya, akhirnya mereka pun diperkenankan berkunjung ke rumahnya. Betapa senangnya Siti Fatimah karena inilah kesempatan bagi dirinya untuk menguak misteri wanita tersebut.

Menurut Siti Fatimah, wanita yang bernama Muti’ah sama juga seperti dirinya dan umumnya wanita. Ia melakukan shalat dan lainnya. Hampir tidak ada yang istimewa. Namun, Siti Fatimah masih penasaran juga. Hingga akhirnya ketika telah lama waktu berbincang, “rahasia” wanita itu tidak terkuak juga. Akhirnya, Muti’ah pun memberanikan diri untuk memohon izin karena ada keperluan yang harus dilakukannya.

“Maaf Fatimah, saya harus ke ladang!”

“Ada keperluan apa?”

“Saya harus mengantarkan makanan ini kepada suami saya”

“Oh, begitu”

Tidak ada yang salah dengan makanan yang dibawa Muti’ah yang disebut-sebut sebagai makanan untuk suaminya. Namun yang tidak habis pikir, ternyata Muti’ah juga membawa sebuah cambuk.

“Untuk apa cambuk ini, Muti’ah?” kata Fatimah penasaran.

“Oh, ini. Ini adalah kebiasaanku semenjak dulu”

Fatimah benar-benar penasaran. “Ceritakanlah padaku!”

“Begini, setiap hari suamiku pergi ke ladang untuk bercocok tanam. Setiap hari pula aku mengantarkan makanan untuknya. Namun disertai sebuah cambuk. Aku menanyakan apakah makanan yang aku buat ini enak atau tidak, apakah suaminya seneng atau tidak. Jika ada yang tidak enak, maka aku ikhlaskan diriku agar suamiku mengambil cambuk tersebut kemudian mencambukku. Ini aku lakukan agar suamiku ridlo dengan diriku. Dan tentu saja melihat tingkah lakuku ini, suamiku begitu tersentuh hatinya. Ia pun ridlo atas diriku. Dan aku pun ridlo atas dirinya”

“Masya Allah, hanya demi menyenangkan suami, engkau rela melakukan hal ini, Muti’ah?”

“Saya hanya memerlukan keridloannya. Karena istri yang baik adalah istri yang patuh pada suami yang baik dan sang suami ridlo kepada istrinya”

“Ya… ternyata inilah rahasia itu”

“Rahasia apa ya Fatimah?” Mutiah juga penasaran.

“Rasulullah Saw mengatakan bahwa dirimu adalah wanita yang diperkenankan masuk surga pertama kali. Ternyata semua gara-gara baktimu yang tinggi kepada seorang suami yang sholeh.”

“Masya Allah… Subhanallah… ”

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Jum'at 19 Maret 2010
 
wanita yang pertama kali masuk syurga adalah wanita yang taat dan patuh terhadap suaminya...
 

WANITA AHLI SYURGA DAN CIRI-CIRINYA

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah subhanahu wa ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad shalallahu ‘alaihi wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Setiap insan tentunya mendambakan kenikmatan yang paling tinggi dan abadi. Kenikmatan itu adalah Surga. Di dalamnya terdapat bejana-bejana dari emas dan perak, istana yang megah dengan dihiasi beragam permata, dan berbagai macam kenikmatan lainnya yang tidak pernah terlihat oleh mata, terdengar oleh telinga, dan terbetik di hati.

Dalam Al Qur’an banyak sekali ayat-ayat yang menggambarkan kenikmatan-kenikmatan Surga. Diantaranya Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

“(Apakah) perumpamaan (penghuni) Surga yang dijanjikan kepada orang-orang bertakwa yang di dalamnya ada sungai-sungai dari air yang tidak berubah rasa dan baunya, sungai-sungai dari air susu yang tidak berubah rasanya, sungai-sungai dari khamr (arak) yang lezat rasanya bagi peminumnya, dan sungai-sungai dari madu yang disaring dan mereka memperoleh di dalamnya segala macam buah-buahan dan ampunan dari Rabb mereka sama dengan orang yang kekal dalam neraka dan diberi minuman dengan air yang mendidih sehingga memotong-motong ususnya?” (QS. Muhammad : 15)

“Dan orang-orang yang paling dahulu beriman, merekalah yang paling dulu (masuk Surga). Mereka itulah orang yang didekatkan (kepada Allah). Berada dalam Surga kenikmatan. Segolongan besar dari orang-orang yang terdahulu dan segolongan kecil dari orang-orang yang kemudian. Mereka berada di atas dipan yang bertahtakan emas dan permata seraya bertelekan di atasnya berhadap-hadapan. Mereka dikelilingi oleh anak-anak muda yang tetap muda dengan membawa gelas, cerek, dan sloki (piala) berisi minuman yang diambil dari air yang mengalir, mereka tidak pening karenanya dan tidak pula mabuk dan buah-buahan dari apa yang mereka pilih dan daging burung dari apa yang mereka inginkan.” (QS. Al Waqiah : 10-21)

Di samping mendapatkan kenikmatan-kenikmatan tersebut, orang-orang yang beriman kepada Allah Tabaraka wa Ta’ala kelak akan mendapatkan pendamping (istri) dari bidadari-bidadari Surga nan rupawan yang banyak dikisahkan dalam ayat-ayat Al Qur’an yang mulia, diantaranya :

“Dan (di dalam Surga itu) ada bidadari-bidadari yang bermata jeli laksana mutiara yang tersimpan baik.” (QS. Al Waqiah : 22-23)

“Dan di dalam Surga-Surga itu ada bidadari-bidadari yang sopan, menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni Surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin.” (QS. Ar Rahman : 56)

“Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (QS. Ar Rahman : 58)

“Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan penuh cinta lagi sebaya umurnya.” (QS. Al Waqiah : 35-37)

Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam menggambarkan keutamaan-keutamaan wanita penduduk Surga dalam sabda beliau :

“ … seandainya salah seorang wanita penduduk Surga menengok penduduk bumi niscaya dia akan menyinari antara keduanya (penduduk Surga dan penduduk bumi) dan akan memenuhinya bau wangi-wangian. Dan setengah dari kerudung wanita Surga yang ada di kepalanya itu lebih baik daripada dunia dan isinya.” (HR. Bukhari dari Anas bin Malik radliyallahu 'anhu)

Dalam hadits lain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi Wa Sallam bersabda :

Sesungguhnya istri-istri penduduk Surga akan memanggil suami-suami mereka dengan suara yang merdu yang tidak pernah didengarkan oleh seorangpun. Diantara yang didendangkan oleh mereka : “Kami adalah wanita-wanita pilihan yang terbaik. Istri-istri kaum yang termulia. Mereka memandang dengan mata yang menyejukkan.” Dan mereka juga mendendangkan : “Kami adalah wanita-wanita yang kekal, tidak akan mati. Kami adalah wanita-wanita yang aman, tidak akan takut. Kami adalah wanita-wanita yang tinggal, tidak akan pergi.” (Shahih Al Jami’ nomor 1557)

Apakah Ciri-Ciri Wanita Surga

Apakah hanya orang-orang beriman dari kalangan laki-laki dan bidadari-bidadari saja yang menjadi penduduk Surga? Bagaimana dengan istri-istri kaum Mukminin di dunia, wanita-wanita penduduk bumi?

Istri-istri kaum Mukminin yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya tersebut akan tetap menjadi pendamping suaminya kelak di Surga dan akan memperoleh kenikmatan yang sama dengan yang diperoleh penduduk Surga lainnya, tentunya sesuai dengan amalnya selama di dunia.

Tentunya setiap wanita Muslimah ingin menjadi ahli Surga. Pada hakikatnya wanita ahli Surga adalah wanita yang taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Seluruh ciri-cirinya merupakan cerminan ketaatan yang dia miliki. Diantara ciri-ciri wanita ahli Surga adalah :

1. Bertakwa.

2. Beriman kepada Allah, Malaikat-Malaikat-Nya, Kitab-Kitab-Nya, Rasul-Rasul-Nya, hari kiamat, dan beriman kepada takdir yang baik maupun yang buruk.

3. Bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah kecuali Allah, bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa di bulan Ramadlan, dan naik haji bagi yang mampu.

4. Ihsan, yaitu beribadah kepada Allah seakan-akan melihat Allah, jika dia tidak dapat melihat Allah, dia mengetahui bahwa Allah melihat dirinya.

5. Ikhlas beribadah semata-mata kepada Allah, tawakkal kepada Allah, mencintai Allah dan Rasul-Nya, takut terhadap adzab Allah, mengharap rahmat Allah, bertaubat kepada-Nya, dan bersabar atas segala takdir-takdir Allah serta mensyukuri segala kenikmatan yang diberikan kepadanya.

6. Gemar membaca Al Qur’an dan berusaha memahaminya, berdzikir mengingat Allah ketika sendiri atau bersama banyak orang dan berdoa kepada Allah semata.

7. Menghidupkan amar ma’ruf dan nahi mungkar pada keluarga dan masyarakat.

8. Berbuat baik (ihsan) kepada tetangga, anak yatim, fakir miskin, dan seluruh makhluk, serta berbuat baik terhadap hewan ternak yang dia miliki.

9. Menyambung tali persaudaraan terhadap orang yang memutuskannya, memberi kepada orang, menahan pemberian kepada dirinya, dan memaafkan orang yang mendhaliminya.

10. Berinfak, baik ketika lapang maupun dalam keadaan sempit, menahan amarah dan memaafkan manusia.

11. Adil dalam segala perkara dan bersikap adil terhadap seluruh makhluk.

12. Menjaga lisannya dari perkataan dusta, saksi palsu dan menceritakan kejelekan orang lain (ghibah).

13. Menepati janji dan amanah yang diberikan kepadanya.

14. Berbakti kepada kedua orang tua.

15. Menyambung silaturahmi dengan karib kerabatnya, sahabat terdekat dan terjauh.

Demikian beberapa ciri-ciri wanita Ahli Surga yang kami sadur dari kitab Majmu’ Fatawa karya Syaikhul Islam Ibnu Tamiyyah juz 11 halaman 422-423. Ciri-ciri tersebut bukan merupakan suatu batasan tetapi ciri-ciri wanita Ahli Surga seluruhnya masuk dalam kerangka taat kepada Allah dan Rasul-Nya. Allah Ta’ala berfirman :

“ … dan barangsiapa taat kepada Allah dan Rasul-Nya, niscaya Allah memasukkannya ke dalam Surga yang mengalir di dalamnya sungai-sungai sedang mereka kekal di dalamnya dan itulah kemenangan yang besar.” (QS. An Nisa’ : 13).

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Selasa 09 Maret 2010.

ADAB-ADAB BERBICARA BAGI WANITA MUSLIMAH

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Wahai saudariku muslimah………

1) Berhati-hatilah dari terlalu banyak berceloteh dan terlalu banyak berbicara, Allah Ta’ala berfirman:

“Dan tidak ada kebaikan pada kebanyakan bisikan-bisikan mereka, kecuali bisikan-bisikan dari orang yang menyuruh (manusia) memberi sedekah, atau berbuat ma’ruf, atau mengadakan perdamaian diantara manusia “. (An nisa:114)

Dan ketahuilah wahai saudariku,semoga Allah ta’ala merahmatimu dan menunjukimu kepada jalan kebaikan, bahwa disana ada yang senantiasa mengamati dan mencatat perkataanmu.

“Seorang duduk disebelah kanan,dan yang lain duduk disebelah kiri.tiada satu ucapanpun yang diucapkan melainkan ada didekatnya malaikat pengawas yang selalu hadir” (Qaaf:17-18).

Maka jadikanlah ucapanmu itu menjadi perkataan yang ringkas, jelas yang tidak bertele-tele yang dengannya akan memperpanjang pembicaraan.

2) Bacalah Al qur’an karim dan bersemangatlah untuk menjadikan itu sebagai wirid keseharianmu, dan senantiasalah berusaha untuk menghafalkannya sesuai kesanggupanmu agar engkau bisa mendapatkan pahala yang besar dihari kiamat nanti.

Dari abdullah bin ‘umar radiyallohu ‘anhu, dari Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, beliau bersabda:

dikatakan pada orang yang senang membaca alqur’an: bacalah dengan tartil sebagaimana engkau dulu sewaktu di dunia membacanya dengan tartil, karena sesungguhnya kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang engkau baca.

HR.abu daud dan attirmidzi

3). Tidaklah terpuji jika engkau selalu menyampaikan setiap apa yang engkau dengarkan, karena kebiasaan ini akan menjatuhkan dirimu kedalam kedustaan.

Dari Abu hurairah radiallahu ‘anhu,sesungguhnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “Cukuplah seseorang itu dikatakan sebagai pendusta ketika dia menyampaikan setiap apa yang dia dengarkan.”

(HR.Muslim dan Abu Dawud)

4) jauhilah dari sikap menyombongkan diri (berhias diri) dengan sesuatu yang tidak ada pada dirimu, dengan tujuan membanggakan diri dihadapan manusia.

Dari aisyah radiyallohu ‘anha, ada seorang wanita yang mengatakan:wahai Rasulullah, aku mengatakan bahwa suamiku memberikan sesuatu kepadaku yang sebenarnya tidak diberikannya.berkata Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam,: orang yang merasa memiliki sesuatu yang ia tidak diberi, seperti orang yang memakai dua pakaian kedustaan.” (muttafaq alaihi)

5) Sesungguhnya dzikrullah memberikan pengaruh yang kuat didalam kehidupan ruh seorang muslim, kejiwaannya, jasmaninya dan kehidupan masyarakatnya. maka bersemangatlah wahai saudariku muslimah untuk senantiasa berdzikir kepada Allah ta’ala, disetiap waktu dan keadaanmu. Allah ta’ala memuji hamba-hambanya yang mukhlis dalam firman-Nya:

“(yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadaan berbaring…” (Ali imran:191).

6) Jika engkau hendak berbicara,maka jauhilah sifat merasa kagum dengan diri sendiri, sok fasih dan terlalu memaksakan diri dalam bertutur kata, sebab ini merupakan sifat yang sangat dibenci Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, dimana Beliau bersabda:

“sesungguhnya orang yang paling aku benci diantara kalian dan yang paling jauh majelisnya dariku pada hari kiamat : orang yang berlebihan dalam berbicara, sok fasih dengan ucapannya dan merasa ta’ajjub terhadap ucapannya.”

(HR.Tirmidzi,Ibnu Hibban dan yang lainnya dari hadits Abu Tsa’labah Al-Khusyani radhiallahu anhu)

7) Jauhilah dari terlalu banyak tertawa,terlalu banyak berbicara dan berceloteh.jadikanlah Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, sebagai teladan bagimu, dimana beliau lebih banyak diam dan banyak berfikir beliau Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, menjauhkan diri dari terlalu banyak tertawa dan menyibukkan diri dengannya.bahkan jadikanlah setiap apa yang engkau ucapkan itu adalah perkataan yang mengandung kebaikan, dan jika tidak, maka diam itu lebih utama bagimu. Rasulullah Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam, bersabda:

” Barang siapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir,maka hendaknya dia berkata dengan perkataan yang baik,atau hendaknya dia diam.”

(muttafaq alaihi dari hadits Abu Hurairah radhiallahu anhu)

8) jangan kalian memotong pembicaraan seseorang yang sedang berbicara atau membantahnya, atau meremehkan ucapannya. Bahkan jadilah pendengar yang baik dan itu lebih beradab bagimu, dan ketika harus membantahnya, maka jadikanlah bantahanmu dengan cara yang paling baik sebagai syi’ar kepribadianmu.

9) berhati-hatilah dari suka mengolok-olok terhadap cara berbicara orang lain, seperti orang yang terbata-bata dalam berbicara atau seseorang yang kesulitan berbicara.Alah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah sekumpulan orang laki-laki merendahkan kumpulan yang lain, boleh jadi yang ditertawakan itu lebih baik dari mereka. Dan jangan pula sekumpulan perempuan merendahkan kumpulan lainnya, boleh jadi yang direndahkan itu lebih baik.”

(QS.Al-Hujurat:11)

10) jika engkau mendengarkan bacaan Alqur’an, maka berhentilah dari berbicara, apapun yang engkau bicarakan, karena itu merupakan adab terhadap kalamullah dan juga sesuai dengan perintah-Nya, didalam firman-Nya:

Artinya: “dan apabila dibacakan Alqur’an,maka dengarkanlah dengan baik dan perhatikanlah dengan tenang agar kalian diberi rahmat”. Qs.al a’raf :204

11) bertakwalah kepada Allah wahai saudariku muslimah,bersihkanlah majelismu dari ghibah dan namimah (adu domba) sebagaimana yang Allah ‘azza wajalla perintahkan kepadamu untuk menjauhinya. bersemangatlah engkau untuk menjadikan didalam majelismu itu adalah perkataan-perkataan yang baik,dalam rangka menasehati,dan petunjuk kepada kebaikan. perkataan itu adalah sebuah perkara yang besar, berapa banyak dari perkataan seseorang yang dapat menyebabkan kemarahan dari Allah ‘azza wajalla dan menjatuhkan pelakunya kedalam jurang neraka. Didalam hadits Mu’adz radhiallahu anhu tatkala Beliau bertanya kepada Nabi Shallallahu Alaihi wa aalihi wasallam: apakah kami akan disiksa dengan apa yang kami ucapkan? Maka jawab Rasulullah Shallallahu alaihi wasallam bersabda:

“engkau telah keliru wahai Mu’adz, tidaklah manusia dilemparkan ke Neraka diatas wajah-wajah mereka melainkan disebabkan oleh ucapan-ucapan mereka.”

(HR.Tirmidzi,An-Nasaai dan Ibnu Majah)

12- berhati-hatilah -semoga Allah menjagamu- dari menghadiri majelis yang buruk dan berbaur dengan para pelakunya, dan bersegeralah-semoga Allah menjagamu- menuju majelis yang penuh dengan keutamaan, kebaikan dan keberuntungan.

13- jika engkau duduk sendiri dalam suatu majelis, atau bersama dengan sebagian saudarimu, maka senantiasalah untuk berdzikir mengingat Allah ‘azza wajalla dalam setiap keadaanmu sehingga engkau kembali dalam keadaan mendapatkan kebaikan dan mendapatkan pahala. Allah ‘azza wajalla berfirman:

Artinya: “(yaitu) orang – orang yang mengingat Allah sambil berdiri,atau duduk,atau dalam keadaan berbaring” (QS..ali ‘imran :191)

14- jika engkau hendak berdiri keluar dari majelis, maka ingatlah untuk selalu mengucapkan:

“maha suci Engkau ya Allah dan bagimu segala pujian,aku bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak untuk disembah kecuali Engkau, aku memohon ampun kepada-Mu, dan aku bertaubat kepada-Mu”

Sehingga diampuni bagimu segala kesalahanmu di dalam majelis tersebut.

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Minggu 14 Maret 2010

POLITIK VAGINA

Tubuh saya terasa berdesir seperti ada semilir angin yang terhimpun menjadi topan dan menghantam saya. Tapi, saya tidak terhuyung, meskipun limbung. Ini luar biasa. Tiba-tiba saja wajah perempuan yang ada dalam berita itu--yang diperkosa oleh ayah tirinya hingga melahirkan anak--terbayang jelas. Juga, bagaimana ia merintih, yang mengingatkan saya kepada salah satu novel Nh Dini. Saya dengar lirih suaranya, tak berani menolak ajakan ayah tirinya, tetapi tidak mau meladeninya. Ia takut. Ia gelisah. Ah wajahya, seperti wajah ribuan perempuan Bosnia yang diperkosa di arena peperangan Bosnia, yang diwawancarai Evi Ensler dan disusun menjadi buku, “Vagina Monologues”.

Tahun 2001, sebuah esai Katha Pollit, seorang feminis, berjudul, “The Vaginal Politics” terbit di The National Edisi 15 Februari 2001. Esai itu sebuah penegasan atas fenomena opera “The Vagina Monologues” yang dipentaskan di Madison Square Garden, dan beberapa kota besar dunia lainnya dalam rangka hari Wanita Internasional. Di Indonesia pementasan diprakarsai Nurul Arifin dan rekan-rekan aktivis feminismenya dari Koalisi Perempuan Indonesia. Bagi Pollit, pementasan itu sebuah fakta atas kematian feminisme. “The Vagina Monologues”, in fact, tulis Pollit, “was singled out in time’s 1998 cover story “Is Feminism Dead?” as proof that the movement had degenerated into self-indulgent sex”.

“The Vagina Monologues” diangkat dari buku hasil penelitian selama bertahun-tahun yang dilakukan Eva Ensler. Ensler sendiri menulisnya berdasarkan hasil wawancara setelah mengumpulkan fakta tentang pemerkosaan ribuan perempuan di medan peperangan Bosnia-Herzigovina. Inilah medan peperangan yang ingin dibah sebagai “penjagalan salah satu ras manusia diatas bumi”, karena setiap perempuan Bosnia diperkosa agar hamil sehingga lahir keturunan blasteran. Sementara para laki-laki dibnatai dan dikubur dalam satu liang tanpa upacara kematian dan tanpa doa apapun.

Judul buku Ensler itu mengundang magis kata yang sangat feminisme. Sebuah kata tabu dalam pembicaraan formal, terutama bagi tata nilai masyarakat timur. Tapi, judul itu sendiri sudah berkomentar, membawa maknanya yang jamak. Sebuah diksi yang kaya. Yang menegaskan, buku ini akan menjadi sebuah karya yang laris, yang laku. Sebab, persoalan yang dibahasnya menjadi sangat universal.

Ensler adalah seorang artis berdarah Italia. Ia membaca dan mendengar soal pembantaian ras manusia di Bosnia dengan cara memperkosa para perempuan, dan ia sangat terpukul. Lalu, tiba-tiba terpikir olehnya, bahwa pokok persoalan di Bosnia adalah “raga” pada setiap perempuan, yakni vagina. Dari sanalah penulisan itu berangkat. Dan Ensler berangkat ke berbagai negeri, yang terpokok soal perang Bosnia-nya sendiri, dan memperluas daerah wawasan penyelidikannya. Lebih 200 wanita dengan usia, profesi, jenis bangsa, yang terpokok di kalangan wanita Bosnia sendiri, diwawancarainya. Selain itu diwawancarainya wanita dari berbagai kalangan di Eropa, Amerika, asia, dan Afrika, dengan tema yang sama mengenai pelecehan, pekosaan, dan penindasan terhadap wanita.

Dari hasil wawancara dan berbagai riset dan penyelidikannya inilah, ditulisnya buku berjudul Vagina Monologues. Dan, ternyata, buku itu mendapat sambutan meriah di seluruh dunia. Apa yang paling menarik dari isi cerita buku itu?

Dari begitu banyak riset dan penyelidikan serta wawancara terhadap wanita, termasuk yang kena perkosaan pada perang Bosnia itu, dia merangkum apa sebenarnya hakekat “raga” yang “dibantai” oleh pemerkosa yang samasekali tak berhati manusia itu. Dalam dialog antara “raga” (pengganti istilah vagina), terbentuklah dan lahirlah dialog dari berbagai situasi tentang “raga” itu. Bahwa, raga ini janganlah hanya dilihat dari satu segi saja. Bukankah semua kita, termasuk yang sedang membaca tulisan ini, lahir dan keluar dari raga itu? Jadi, ketahuilah, raga ituu mengandung suatu kesucian, kesakralan, dan sudah seharusnya ditempatkan pada posisi yang atas, tinggi, berharga sangat.

Diceritakan juga dalam dialog antara “raga” itu, terdengar jeritan keperihan, ketertindasan, kekerasan, kebiadaban, dan tangis yang mengiris-ngiris perih! Tetapi juga terdengar lahirnya bayi yang bersih dari dosa, tiba dan hadir ke dunia ini, atas buah cinta kasih antara Ayah dan Bunda si bayi itu, penuh kemesraan. Apakah perlakuan diri manusi lupa akan semua itu? Ketahuilah “raga” yang “kalian” perkosa itu, dari situlah kalian lahir dan menjadi “kalian” yang kini ini!

Di Indonesia, apa yang dipentaskan Nurul Arifin bersama rekan-rekan sesama aktivis feminisme, tak banyak yang melihat opera ini seperti Pollit membuat sebuah simpul. Tapi, sejak itu, satu hal yang bisa ditangkap adalah kaum perempuan mulai meletakkan gerakan de-feminisme di Indonesia. Sebuah gerakan “Politik Vagina” sebagai wujud kemuakan terhadap feminisme. Perempuan Indonesia tidak percaya lagi gerakan kesetaraan gender yang telah berlangsung cukup lama di Tanah air akan mampu mewujudkan emansipasi antara perempuan dengan laki-laki. Karena komitmen sosial para aktor pemerintahan dan elite politik untuk mewujudkan tatanan sosial-politik yang adil dan demokratis di mana gerakan kesetaraan gender inheren di dalamnya, tidak pernah bergeser dari nilai-nilai warisan leluhur budaya Timur yang lebih memberi peran kepada laki-laki sebagai “kepala rumah tangga”.

Makanya, daripada mengaharapkan feminisme—yang dalam banyak hal membentur sekat-sekat sosio-kultural di lingkungan masyarakat—sebagai gerakan sosial memperjuangkan hak dan keadilan bagi kaum perempuan, perempuan satrawan lebih memilih “membunuh” gerakan itu sebagai wujud pemberontakan atas nilai-nilai yang berlaku secara turun-menurun, lewat gerakan “Politik Vagina”.

“Politik Vagina” merupakan gerakan untuk mempersoalkan seks bukan semata sebagai persoalan seksualitas, karena seks bukan dunianya kaum laki-laki. Hal ini diwujudkan lewat citra perempuan sebagai sosok-sosok yang begitu kuat, gelisah, mandiri, radikal, memberontak, dan tak terlalu pusing dengan nilai-nilai kewanitaannya. Mereka tidak merasa risih bicara soal seks dengan siapa saja, bahkan dengan laki-laki yang baru dijumpai di sebuah terminal dan belum dikenal secara akrab. Karena seks tidak ada sangkut-pautnya dengan moralitas, melainkan soal orgasme.

Di dalam dunia kesusastraan kita, akar gerakan “Politik Vagina” ini, sebetulnya, suah ditemukan dalam puisi-puisi Dorothea Rosa Herliany, terutama dalam antologinya, “Kill The Radio”. Tapi, gerakan ini baru menemukan eksistensinya dalam diri Ayu Utami, ketika ia menghasilkan novel “Saman”. Belakangan, karya-karya perempuan sastrawan lainnya bermunculan, sebut saja Clara Ng, Fira Basuki, Herlinatien, Oka Rusmini, Djenar Mahesa Ayu, Dewi Lestari, dan sebagainya.

Bagi Pasanti Djokosujatno, Ayu Utami dianggap sebagi pelopor penulisan novel seks, dan harus disebut dalam setiap pembicaraan tentang seks dalam sastra. Ia bukan hanya wanita pertama yang berani berbicara secara blak-blakan tentang seks dalam romannya yang radikal, pada saat banyak orang masih sungkan berbicara tentang seks, tetapi juga pengarang pertama yang menulis novel yang mengungkap seks dengan berbagai permasalahannya (menyangkut wanita pula) secara terbuka.

Tapi, meskipun demikian, agama punya aturan main sendiri soal emansipasi. Persoalannya, manusia, tidak pernah sanggup menganggap nilai-nilai dan ajaran agama itu sebagai fakta yang sebenarnya. Sebab, agama selalu diposisikan sebagai hal irasional, padahal agama mencakup segala hal rasional, irasional, dan spiritual di dalamnya. Semoga para perempuan Indonesia tidak salah memilih jalan.

SAUDARIKU, APA YG MENGHALANGIMU UNTUK BERJILBAB

بِسْمِ اللهِ الرَّحْمنِ الرَّحِيم



ألسـلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Segala puji bagi Allah Subhanahu Wa Ta’ala, Rabb semesta alam.
Shalawat dan salam semoga senantiasa tercurahkan kepada Nabi kita Muhammad Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, keluarga, para sahabat, dan orang-orang yang mengikuti beliau hingga akhir zaman.

Saudariku…
Seorang mukmin dengan mukmin lain ibarat cermin. Bukan cermin yang memantulkan bayangan fisik, melainkan cermin yang menjadi refleksi akhlak dan tingkah laku. Kita dapat mengetahui dan melihat kekurangan kita dari saudara seagama kita. Cerminan baik dari saudara kita tentulah baik pula untuk kita ikuti. Sedangkan cerminan buruk dari saudara kita lebih pantas untuk kita tinggalkan dan jadikan pembelajaran untuk saling memperbaiki.

Saudariku…
Tentu engkau sudah mengetahui bahwa Islam mengajarkan kita untuk saling mencintai. Dan salah satu bukti cinta Islam kepada kita –kaum wanita– adalah perintah untuk berjilbab. Namun, kulihat engkau masih belum mengambil “kado istimewa” itu. Kudengar masih banyak alasan yang menginap di rongga-rongga pikiran dan hatimu setiap kali kutanya, “Kenapa jilbabmu masih belum kau pakai?” Padahal sudah banyak waktu kau luangkan untuk mengkaji ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tentang perintah jilbab. Sudah sekian judul buku engkau baca untuk memantapkan hatimu agar segera berjilbab. Juga ribuan surat cinta dari saudarimu yang menginginkan agar jilbabmu itu segera kau kenakan. Lalu kenapa, jilbabmu masih terlipat rapi di dalam lemari dan bukan terjulur untuk menutupi dirimu?

Mengapa Harus Berjilbab?

Mungkin aku harus kembali mengingatkanmu tentang alasan penting kenapa Allah Subhanahu wa Ta’ala menurunkan perintah jilbab kepada kita –kaum Hawa- dan bukan kepada kaum Adam. Saudariku, jilbab adalah pakaian yang berfungsi untuk menutupi perhiasan dan keindahan dirimu, agar dia tidak dinikmati oleh sembarang orang. Ingatkah engkau ketika engkau membeli pakaian di pertokoan, mula-mula engkau melihatnya, memegangnya, mencobanya, lalu ketika kau jatuh cinta kepadanya, engkau akan meminta kepada pemilik toko untuk memberikanmu pakaian serupa yang masih baru dalam segel. Kenapa demikian? Karena engkau ingin mengenakan pakaian yang baru, bersih dan belum tersentuh oleh tangan-tangan orang lain. Jika demikian sikapmu pada pakaian yang hendak engkau beli, maka bagaimana sikapmu pada dirimu sendiri? Tentu engkau akan lebih memantapkan ’segel’nya, agar dia tetap ber’nilai jual’ tinggi, bukankah demikian? Saudariku, izinkan aku sedikit mengingatkanmu pada firman Rabb kita ‘Azza wa Jalla berikut ini;

“Katakanlah kepada wanita-wanita beriman: ‘Hendaklah mereka menahan pandangan mereka, dan memelihara kemaluan mereka, dan janganlah mereka menampakkan perhiasan mereka kecuali yang (biasa) nampak daripadanya.’” (Qs. An-Nuur: 31)

Dan firman-Nya,
“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, anak-anak perempuanmu dan istri-istri orang mukmin, ‘Hendaklah mereka menjulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka.’ Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenali, karena itu mereka tidak diganggu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Qs. Al-Ahzaab: 59)

Saudariku tercinta, Allah tidak semata-mata menurunkan perintah jilbab kepada kita tanpa ada hikmah dibalik semuanya. Allah telah mensyari’atkan jilbab atas kaum wanita, karena Allah Yang Maha Mengetahui menginginkan supaya kaum wanita mendapatkan kemuliaan dan kesucian di segala aspek kehidupan, baik dia adalah seorang anak, seorang ibu, seorang saudari, seorang bibi, atau pun sebagai seorang individu yang menjadi bagian dari masyarakat. Allah menjadikan jilbab sebagai perangkat untuk melindungi kita dari berbagai “virus” ganas yang merajalela di luar sana. Sebagaimana yang pernah disabdakan oleh Abul Qasim Muhammad bin ‘Abdullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, yang artinya,

“Wanita itu adalah aurat, jika ia keluar rumah, maka syaithan akan menghiasinya.” (Hadits shahih. Riwayat Tirmidzi (no. 1173), Ibnu Khuzaimah (III/95) dan ath-Thabrani dalam Mu’jamul Kabiir (no. 10115), dari Shahabat ‘Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhuma)

Saudariku, berjilbab bukan hanya sebuah identitas bagimu untuk menunjukkan bahwa engkau adalah seorang muslimah. Tetapi jilbab adalah suatu bentuk ketaatanmu kepada Allah Ta’ala, selain shalat, puasa, dan ibadah lain yang telah engkau kerjakan. Jilbab juga merupakan konsekuensi nyata dari seorang wanita yang menyatakan bahwa dia telah beriman kepada Allah Ta’ala dan Rasul-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam. Selain itu, jilbab juga merupakan lambang kehormatan, kesucian, rasa malu, dan kecemburuan. Dan semua itu Allah jadikan baik untukmu. Tidakkah hatimu terketuk dengan kasih sayang Rabb kita yang tiada duanya ini?

“Aku Belum Berjilbab, Karena…”

1. “Hatiku masih belum mantap untuk berjilbab. Jika hatiku sudah mantap, aku akan segera berjilbab. Lagipula aku masih melaksanakan shalat, puasa dan semua perintah wajib kok..”

Wahai saudariku… Sadarkah engkau, siapa yang memerintahmu untuk mengenakan jilbab? Dia-lah Allah, Rabb-mu, Rabb seluruh manusia, Rabb alam semesta. Engkau telah melakukan berbagai perintah Allah yang berpangkal dari iman dan ketaatan, tetapi mengapa engkau beriman kepada sebagian ketetapan-Nya dan ingkar terhadap sebagian yang lain, padahal engkau mengetahui bahwa sumber dari semua perintah itu adalah satu, yakni Allah Subhanahu wa Ta’ala?

Seperti shalat dan amalan lain yang senantiasa engkau kerjakan, maka berjilbab pun adalah satu amalan yang seharusnya juga engkau perhatikan. Allah Ta’ala telah menurunkan perintah hijab kepada setiap wanita mukminah. Maka itu berarti bahwa hanya wanita-wanita yang memiliki iman yang ridha mengerjakan perintah ini. Adakah engkau tidak termasuk ke dalam golongan wanita mukminah?

Ingatlah saudariku, bahwa sesungguhnya keadaanmu yang tidak berjilbab namun masih mengerjakan amalan-amalan lain, adalah seperti orang yang membawa satu kendi penuh dengan kebaikan akan tetapi kendi itu berlubang, karena engkau tidak berjilbab. Janganlah engkau sia-siakan amal shalihmu disebabkan orang-orang yang dengan bebas di setiap tempat memandangi dirimu yang tidak mengenakan jilbab. Silakan engkau bandingkan jumlah lelaki yang bukan mahram yang melihatmu tanpa jilbab setiap hari dengan jumlah pahala yang engkau peroleh, adakah sama banyaknya?

2. “Iman kan letaknya di hati. Dan yang tahu hati seseorang hanya aku dan Allah.”

Duhai saudariku…Tahukah engkau bahwa sahnya iman seseorang itu terwujud dengan tiga hal, yakni meyakini sepenuhnya dengan hati, menyebutnya dengan lisan, dan melakukannya dengan perbuatan?

Seseorang yang beramal hanya sebatas perbuatan dan lisan, tanpa disertai dengan keyakinan penuh dalam hatinya, maka dia termasuk ke dalam golongan orang munafik. Sementara seseorang yang beriman hanya dengan hatinya, tanpa direalisasikan dengan amal perbuatan yang nyata, maka dia termasuk kepada golongan orang fasik. Keduanya bukanlah bagian dari golongan orang mukmin. Karena seorang mukmin tidak hanya meyakini dengan hati, tetapi dia juga merealisasikan apa yang diyakininya melalui lisan dan amal perbuatan. Dan jika engkau telah mengimani perintah jilbab dengan hatimu dan engkau juga telah mengakuinya dengan lisanmu, maka sempurnakanlah keyakinanmu itu dengan bersegera mengamalkan perintah jilbab.

3. “Aku kan masih muda…”

Saudariku tercinta… Engkau berkata bahwa usiamu masih belia sehingga menahanmu dari mengenakan jilbab, dapatkah engkau menjamin bahwa esok masih untuk dirimu? Apakah engkau telah mengetahui jatah hidupmu di dunia, sehingga engkau berkata bahwa engkau masih muda dan masih memiliki waktu yang panjang? Belumkah engkau baca firman Allah ‘Azza wa Jalla yang artinya,

“Kamu tidak tinggal (di bumi) melainkan sebentar saja, jika kamu sesungguhnya mengetahui.” (Qs. Al-Mu’minuun: 114)

“Pada hari mereka melihat adzab yang diancam kepada mereka, (mereka merasa) seolah-olah tidak tinggal (di dunia) melainkan sesaat pada siang hari. (Inilah) waktu pelajaran yang cukup.” (Qs. Al-Ahqaaf: 35)

Tidakkah engkau perhatikan tetanggamu atau teman karibmu yang seusia denganmu atau di bawah usiamu telah menemui Malaikat Maut karena perintah Allah ‘Azza wa Jalla? Tidakkah juga engkau perhatikan si fulanah yang kemarin masih baik-baik saja, tiba-tiba menemui ajalnya dan menjadi mayat hari ini? Tidakkah semua itu menjadi peringatan bagimu, bahwa kematian tidak hanya mengetuk pintu orang yang sekarat atau pun orang yang lanjut usia? Dan Malaikat Maut tidak akan memberimu penangguhan waktu barang sedetik pun, ketika ajalmu sudah sampai. Setiap hari berlalu sementara akhiratmu bertambah dekat dan dunia bertambah jauh. Bekal apa yang telah engkau siapkan untuk hidup sesudah mati? Ketahuilah saudariku, kematian itu datangnya lebih cepat dari detak jantungmu yang berikutnya. Jadi cepatlah, jangan sampai terlambat…

4. “Jilbab bikin rambutku jadi rontok…”

Sepertinya engkau belum mengetahui fakta terbaru mengenai ‘canggih’nya jilbab. Dr. Muhammad Nidaa berkata dalam Al-Hijaab wa Ta’tsiruuha ‘Ala Shihhah wa Salamatus Sya’ri tentang pengaruh jilbab terhadap kesehatan dan keselamatan rambut,

“Jilbab dapat melindungi rambut. Penelitian dan percobaan telah membuktikan bahwa perubahan cuaca dan cahaya matahari langsung akan menyebabkan hilangnya kecantikan rambut dan pudarnya warna rambut. Sehingga rambut menjadi kasar dan berwarna kusam. Sebagaimana juga udara luar (oksigen) dan hawa tidaklah berperan dalam pertumbuhan rambut. Karena bagian rambut yang terlihat di atas kepala yang dikenal dengan sebutan batang rambut tidak lain adalah sel-sel kornea (yang tidak memiliki kehidupan). Ia akan terus memanjang berbagi sama rata dengan rambut yang ada di dalam kulit. Bagian yang aktif inilah yang menyebabkan rambut bertambah panjang dengan ukuran sekian millimeter setiap hari. Ia mendapatkan suplai makanan dari sel-sel darah dalam kulit.

Dari sana dapat kita katakan bahwa kesehatan rambut bergantung pada kesehatan tubuh secara umum. Bahwa apa saja yang mempengaruhi kesehatan tubuh, berupa sakit atau kekurangan gizi akan menyebabkan lemahnya rambut. Dan dalam kondisi mengenakan jilbab, rambut harus dicuci dengan sabun atau shampo dua atau tiga kali dalam sepekan, menurut kadar lemak pada kulit kepala. Maksudnya apabila kulit kepala berminyak, maka hendaklah mencuci rambut tiga kali dalam sepekan. Jika tidak maka cukup mencucinya dua kali dalam sepekan. Jangan sampai kurang dari kadar ini dalam kondisi apapun. Karena sesudah tiga hari, minyak pada kulit kepala akan berubah menjadi asam dan hal itu akan menyebabkan patahnya batang rambut, dan rambut pun akan rontok.” (Terj. Banaatunaa wal Hijab hal. 66-67)

5. “Kalau aku pakai jilbab, nanti tidak ada laki-laki yang mau menikah denganku. Jadi, aku pakai jilbabnya nanti saja, sesudah menikah.”

Wahai saudariku… Tahukah engkau siapakah lelaki yang datang meminangmu itu, sementara engkau masih belum berjilbab? Dia adalah lelaki dayyuts, yang tidak memiliki perasaan cemburu melihatmu mengobral aurat sembarangan. Bagaimana engkau bisa berpendapat bahwa setelah menikah nanti, suamimu itu akan ridha membiarkanmu mengulur jilbab dan menutup aurat, sementara sebelum pernikahan itu terjadi dia masih santai saja mendapati dirimu tampil dengan pakaian ala kadarnya? Jika benar dia mencintai dirimu, maka seharusnya dia memiliki perasaan cemburu ketika melihat auratmu terbuka barang sejengkal saja. Dia akan menjaga dirimu dari pandangan liar lelaki hidung belang yang berkeliaran di luar sana. Dia akan lebih memilih dirimu yang berjilbab daripada dirimu yang tanpa jilbab. Inilah yang dinamakan pembuktian cinta yang hakiki!

Maka, jika datang seorang lelaki yang meminangmu dan ridha atas keadaanmu yang masih belum berjilbab, waspadalah. Jangan-jangan dia adalah lelaki dayyuts yang menjadi calon penghuni Neraka. Sekarang pikirkanlah olehmu saudariku, kemanakah bahtera rumah tanggamu akan bermuara apabila nahkodanya adalah calon penghuni Neraka?
Na'udzubillah,...!

6. “Pakai jilbab itu ribet dan mengganggu pekerjaan. Bisa-bisa nanti aku dipecat dari pekerjaan.”

Saudariku… Islam tidak pernah membatasi ruang gerak seseorang selama hal tersebut tidak mengandung kemaksiatan kepada Allah. Akan tetapi, Islam membatasi segala hal yang dapat membahayakan seorang wanita dalam melakukan aktivitasnya baik dari sisi dunia maupun dari sisi akhiratnya. Jilbab yang menjadi salah satu syari’at Islam adalah sebuah penghargaan sekaligus perlindungan bagi kaum wanita, terutama jika dia hendak melakukan aktivitas di luar rumahnya. Maka dengan perginya engkau untuk bekerja di luar rumah tanpa jilbab justru akan mendatangkan petaka yang seharusnya dapat engkau hindari. Alih-alih mempertahankan pekerjaan, engkau malah menggadaikan kehormatan dan harga dirimu demi setumpuk materi.

Tahukah engkau saudariku, siapa yang memberimu rizki? Bukankah Allah -Rabb yang berada di atas ‘Arsy-Nya- yang memerintahkan para malaikat untuk membagikan rizki kepada setiap hamba tanpa ada yang dikurangi barang sedikitpun? Mengapa engkau lebih mengkhawatirkan atasanmu yang juga rizkinya bergantung kepada kemurahan Allah?

Apakah jika engkau lebih memilih untuk tetap tidak berjilbab, maka atasanmu itu akan menjamin dirimu menjadi calon penghuni Surga? Ataukah Allah ‘Azza wa Jalla yang telah menurunkan perintah ini kepada Nabi-Nya shallallahu ‘alaihi wa sallam yang akan mengadzabmu akibat kedurhakaanmu itu? Pikirkanlah saudariku… Pikirkanlah hal ini baik-baik!

7. “Jilbab itu bikin gerah, dan aku tidak kuat kepanasan.”

Saudariku… Panas mentari yang engkau rasakan di dalam dunia ini tidak sebanding dengan panasnya Neraka yang akan kau terima kelak, jika engkau masih belum mau untuk berjilbab. Sungguh, dia tidak sebanding. Apakah engkau belum mendengar firman Allah yang berbunyi,

“Katakanlah: ‘(Api) Neraka Jahannam itu lebih sangat panas. Jika mereka mengetahui.’” (Qs. At-Taubah: 81)

Dan sabda Nabi kita shallallahu ‘alaihi wa sallam yang artinya,

“Sesungguhnya api Neraka Jahannam itu dilebihkan panasnya (dari panas api di bumi sebesar) enam puluh sembilan kali lipat (bagian).” [Hadits shahih. Riwayat Muslim (no. 2843) dan Ahmad (no. 8132). Lihat juga Shahih Al-Jaami' (no. 6742), dari Shahabat Abu Hurairah radhiyallahu 'anhu]

Manakah yang lebih sanggup engkau bersabar darinya, panasnya matahari di bumi ataukah panasnya Neraka di akhirat nanti? Tentu engkau bisa menimbangnya sendiri…

8. “Jilbab itu pilihan. Siapa yang mau pakai jilbab silakan, yang belum mau juga gak apa-apa. Yang penting akhlaknya saja benar.”

Duhai saudariku… Sepertinya engkau belum tahu apa yang dimaksud dengan akhlak mulia itu. Engkau menafikan jilbab dari cakupan akhlak mulia, padahal sudah jelas bahwa jilbab adalah salah satu bentuk perwujudan akhlak mulia. Jika tidak, maka Allah tidak akan memerintahkan kita untuk berjilbab, karena dia tidak termasuk ke dalam akhlak mulia.

Pikirkanlah olehmu baik-baik, adakah Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berakhlak buruk? Atau adakah Allah mengadakan suatu ketentuan yang tidak termasuk dalam kebaikan dan mengandung manfaat yang sangat besar? Jika engkau menjawab tidak ada, maka dengan demikian engkau telah membantah pendapatmu sendiri dan engkau telah setuju bahwa jilbab termasuk ke dalam sekian banyak akhlak mulia yang harus kita koleksi satu persatu. Bukankah demikian?

Ketahuilah olehmu, keputusanmu untuk tidak mengenakan jilbab akan membuat Rabb-mu menjadi cemburu, sebagaimana Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya,

“Sesungguhnya Allah itu cemburu dan seorang Mukmin juga cemburu. Adapun cemburunya Allah disebabkan oleh seorang hamba yang mengerjakan perkara yang diharamkan oleh-Nya.” [Hadits shahih. Riwayat Bukhari (no. 4925) dan Muslim (no. 2761)]

9. “Sepertinya Allah belum memberiku hidayah untuk segera berjilbab.”

Saudariku… Hidayah Allah tidak akan datang begitu saja, tanpa engkau melakukan apa-apa. Engkau harus menjalankan sunnatullah, yakni dengan mencari sebab-sebab datangnya hidayah tersebut.

Ketahuilah bahwa hidayah itu terbagi menjadi dua, yaitu hidayatul bayan dan hidayatut taufiq. Hidayatul bayan adalah bimbingan atau petunjuk kepada kebenaran, dan di dalamnya terdapat campur tangan manusia. Adapun hidayatut taufiq adalah sepenuhnya hak Allah. Dia merupakan peneguhan, penjagaan, dan pertolongan yang diberikan Allah kepada hati seseorang agar tetap dalam kebenaran. Dan hidayah ini akan datang setelah hidayatul bayan dilakukan.

Janganlah engkau jual kebahagiaanmu yang abadi dalam Surga kelak dengan dunia yang fana ini. Buanglah jauh-jauh perasaan was-wasmu itu. Tempuhlah usaha itu dengan berjilbab, sementara hatimu terus berdo’a kepada-Nya, “Allahummahdini wa saddidni. Allahumma tsabit qolbi ‘ala dinik (Yaa Allah, berilah aku petunjuk dan luruskanlah diriku. Yaa Allah, tetapkanlah hatiku di atas agama-Mu).”

Kami minta maaf apabila terdapat kekurangan/kesalahan dalam penulisan ini, karena dangkalnya pengetahuan dalam mendalami Islam sebagai agama yang dicintai. Semua hanya berpulang kepada niat baik dan didasari hati yang ikhlas, tulus, serta niat ingin berbagi.

Wallahu a’lam bish-shawab.

Smoga bermanfaat.
Amieeeen,...61x.

وألسـلام عليكم ورحمة الله وبركات


CIREBON, Sabtu 17 Juli 2010