Monday, November 1, 2010

Mazmur Cinta

Kasih…
Sungguh telah dikau paparkan makna-makna isyarat yang selama ini terahasiakan dalam senyapnya nafas hidupmu.

Kasih…
Yakinlah…
Dikau harus tegar dalam setiap luhurnya pendirian yang kau semayamkan dalam pusara hatimu.

Kasih…
Riak-riak kehidupan yang telah memposisikanmu terpapah dalam ketidakberdayaan, dimana semua itu adalah dilema hidup yang harus disikapi dengan pasti dan sabar.

Kasih…
Hanya satu goresan nasehat yang semestinya kau pahami, bahwa kau adalah fitrah dan jiwa yang merdeka atas sayap-sayap pengharapan.

Kasih…
Citamu dalam lingkaran Sang Ego Kreatif mestilah utuh tanpa cacat.

Kasih…
Dalam rangkulan Sang Maha Bijaksana, ikutilah indahNya prosa-prosa lirih hatimu, sekalipun seluruh semesta beserta isinya ini akan meninggalkanmu, hingga dikau terantai di sudut-sudut dinding beku ketidak-menentuan.

Kasih…
Sungguh bagi air mata yang selalu sanggup memahamimu, dimana takkan pernah rela membiarkanmu terenyuh dalam kesendirian yang membingungkan.

Kasih…
Dia akan selalu menyertaimu sambil bertutur, “bahwa ketegasan dan ketegaran dalam selendang kesederhanaan yang kau kenakan adalah pengabdian dan perjuangan yang tak sia-sia”.

Kasih…
Pasti… sungguh… akan selalu menemanimu dalam setiap tempat, waktu dan bentuk, yang sesering mungkin berikhtiar menyatu dalam komposisi harmonik yang tepat bersama lajur alur denyut darahmu.

Kasih…
Bersama kau menyentuh wajah Sang Berkehendak, jangan pernah ragu atas apa yang akan kau hidangkan di meja-meja kehidupan kelak, karena petualangan ini bukanlah untuk pelarian dari keputusasaan.

Kasih…
Telah wajar memang untukmu, Diapun akan selalu tersenyum, karena tegarnya kesetiaan cinta Bunda Hawa dalam menjelajahi pencarian, antara butir-butir pasir ganasnya gurun begitu telah tertancap didalam dadamu.

Kasih…
Sambil mengenakan jubah satin kesabaran cinta Bunda Hajjar dalam pengasingan dan kreatifitas cipta, telah dengan begitu tabahnya kau pahami dan jalani hidup ini di bawah naungan mega jingga Sang Hikmah yang terpahat di dinding waktu.

Kasih…
Keteguhan akar-akar cinta Bunda Aisiyah telah kau genggam, sehingga kaupun tak bimbang dan terpana oleh dogma budaya yang keluar menjarah kehormatan dan hakmu.

Kasih…
Kesucian dan kesadaran cinta Bunda Maryam telah menjadi payung hijab yang menaungi ruh kasihmu dalam menyikapi belantara kehidupan.

Kasih…
Walaupun kelak dikau tersudut dalam posisi kalah dan salah, lalu terdiam dan tak tahu harus berbuat apa, namun dalam sujudmu, dimana kau tetap yakin bahwa hidup dan taqdirmu bukanlah sesuatu yang harus direkayasa menurut hitungan petuah-petuah pujangga.

Kasih…
KehendakNya yang selalu bersemayam menghiasi bilik-bilik kamar balai bambu, telah ditentukan bersama dalam prasasti cinta yang berikhtiar menyatu utuh, dan memberi warna di dalam setiap bahasa hatimu.

Kasih…
Maka jalanilah apa yang sekiranya kau yakini, sebab tak perlu dan berhak seorangpun yang memberi warna, yang membentuk pola dan memaksa atas hidupmu, hingga jasadmu terbelenggu, sementara nuranimu terpenjara atas wujud nilai-nilai kebenaran.

Kasih…
Dia akan tetap terus meletus seperti gunung, terpecah seperti keringnya bumi di musim kemarau, ya… seperti sadarnya manusia dalam sentuhan sari cinta, dan dia akan tetap terus berontak dari kematian petuah-petuah zaman. Maka seperti itulah seharusnya engkau...!

Kasih…
Engkau tetaplah engkau dengan setia menggenggam fitrah anugerahNya, jalanilah dengan sabar bersama untaian do’a cintamu. Sebab apapun yang ada pada dirimu tetaplah seperti mutiara yang memancarkan indahnya cahaya yang seharusnya dijaga, dipelihara, dan dihiasi seindah mungkin dengan warna-warna bahasa Sang Kholiq.

Kasih…
Karenanya kesempurnaan dan keyakinan cita Bunda Khadijah telah mengajarkanmu tentang makna hidup dalam suka maupun duka, yang selalu terukir indah bagaikan isyarat kata-kata di taman pengasingan lembah Syi’ib. Sehingga berdiri tegak sempurna, bagaikan keikhlasan cinta Bunda Fatimah dengan tapak tangan berkahnya yang terangkat dan terbuka bercahaya, dimana kaupun bersaksi dalam setiap bentuk, tempat dan waktu.

Wahai Dzat Yang Tak Berawal dan Berakhir…dimana jiwaku selalu bersemayam dalam genggaman-Mu, kutitipkan dirinya pada pesona lindungan-Mu, dan jagalah ia yang selalu berbicara tanpa suara, bersua tanpa muka, jadikanlah do’aku berkah-Mu untuknya, bagi kami dalam mencapai rahmat dan ridha-Mu.

Dan saksikanlah…
Dan sungguh… Tuhan pun takkan pernah bersedih lagi padamu…

No comments:

Post a Comment