Sunday, October 24, 2010

Rumah Ku Syurga Ku


Bila bicara perihal pernikahan maka kita kerap mendengar kata-kata “rumah tangga sakinah”, “mawaddah wa rahmah” dan semacamnya. Rumah tangga yang tenteram (sakinah) adalah dambaan setiap orang yang menikah. Namun apakah rumah tangga sakinah itu pasti didapatkan oleh setiap orang yang menikah? Jika melihat pada fakta-fakta yang kita temukan di sekitar kita maka jawabannya adalah “belum tentu!”. Lantas bagaimanakah kiat mewujudkan hal itu? Mudahkah menciptakan rumah kita sendiri sebagai surga kita di dunia (baiti jannati)?

Rumah tangga sakinah bukanlah sekedar rumah tangga yang tenteram dan makmur secara materi. Bukanlah rumah tangga yang bergelimang harta dan kemewahan. Rumah tangga sakinah tak lain adalah rumah tangga dengan bertujuan membina sebuah keluarga yang beriman dan taat beribadah kepada Allah SWT demi mendapatkan ridho-Nya, serta bisa menjalin interaksi sosial yang baik dengan sesama manusia (hablun minallah dan hablun minannas). Tentu saja sektor ekonomi juga penting untuk menunjang hal itu. Dan keutamaan (baca: rezeki) dari Allah harus senantiasa dicari dengan jalan halal dengan disertai berdoa kepada-Nya. Allah SWT berfirman :

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللَّهِ وَاذْكُرُوا اللَّهَ كَثِيرًا لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Apabila shalat telah dilaksanakan maka bertebaranlah kamu di bumi; carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak agar kamu beruntung” (QS Al-Jumu’ah [62]: 10).

Untuk menciptakan rumah tangga sakinah seseorang memerlukan sebuah proses yang cukup panjang. Sebab hal itu tidak muncul begitu saja, melainkan ada kiat-kiat untuk mewujudkannya. Proses tersebut bahkan harus dimulai sebelum seseorang memasuki ranah pernikahan. Sebelum memasuki pernikahan seseorang harus menyiapkan diri dengan bekal kematangan mental khususnya. Harus memahami bahwa bahtera rumah tangga pasti akan mengalami problematika suatu saat. Kesiapan mental jauh lebih penting daripada sekedar kesiapan materi.

Manusia adalah makhluk berbudi yang dibekali naluri cinta dan kasih sayang. Oleh sebab itu maka untuk menikah, seseorang harus memilih calon pasangan yang akan menjadi pendamping hidupnya yang benar-benar bisa dicintainya. Hal itu penting, sebab cinta merupakan modal vital untuk menciptakan keharmonisan, sehingga seseorang tidak menjalani pernikahannya dengan perasaan hambar dan monoton. Ini tidak berarti bahwa seseorang harus berpacaran terlebih dahulu dengan calon pendamping hidupnya. Islam sama sekali tidak membenarkan pacaran. Tak ada yang namanya ‘pacaran’ dalam Islam.

Yang dimaksud dengan hal di atas adalah bahwa calon pendamping seseorang merupakan orang yang benar-benar menyenangkan hati ketika dipandang, sehingga membekaskan rasa senang bahkan cinta yang tidak mudah pudar. Tentu saja idealnya seperti itu. Namun jika tidak didapati wanita ideal seperti yang diidam-idamkan maka yang penting dia relatif menarik hati kita untuk mempersuntingnya. Tentu saja seseorang harus realistis melihat dirinya sendiri. Kecantikan adalah hal nisbi. Yang jauh lebih penting adalah kecantikan hati dan budi. Rasulullah SAW bersabda :

تُنْكَحُ الْمَرْأَةُ لِأَرْبَعٍ لِمَالِهَا وَلِحَسَبِهَا وَجَمَالِهَا وَلِدِينِهَا فَاظْفَرْ بِذَاتِ الدِّينِ تَرِبَتْ يَدَاكَ



“Perempuan dinikahi karena empat hal; karena harta bendanya, karena kedudukannya, kecantikannya dan karena agamanya, maka perolehlah yang memiliki agama (yang kuat), (Jika tidak) maka kedua tanganmu akan penuh dengan debu” HR Al-Bukhari dari Abu Hurairah r.a.).

Pentingnya Pengetahuan Agama

Dalam mengarungi bahtera rumah tangga dan membina keluarga sakinah mutlak diperlukan pengetahuan agama oleh pasangan suami-isteri. Moral agama harus dijadikan landasan dalam berpikir dan bertindak. Saling jujur, saling menghormati, saling mengasihi, saling menjalin komunikasi yang baik, saling tegur dan mengingatkan, saling memahami dan menyadari kelebihan dan kekurangan pasangannya, saling menjaga diri dan kehormatan pasangannya, saling menutup aib masing-masing pada orang lain, saling mendahulukan sikap mengalah ketika terjadi keributan, saling mendahulukan kewajiban masing-masing, semuanya merupakan modal penting untuk menciptakan suasana “rumahku adalah surgaku”.

Pasangan suami-isteri harus saling melengkapi kebutuhan masing-masing. Seorang suami harus mampu menjadi kepala rumah tangga yang baik dengan memberikan nafkah yang layak sesuai kemampuannya serta memberikan perlindungan dan rasa aman kepada isteri dan anak-anaknya. Sikap mentang-mentang harus dijauhkan oleh masing-masing. Berusaha semaksimal mungkin memberikan pendidikan yang terbaik bagi anak-anaknya. Menyatukan visi untuk mengabdi kepada Allah SWT dan bergaul dengan baik dengan orang lain sesuai koridor agama. Mendahulukan sikap dewasa dan kesabaran ketika tertimpa musibah atau masalah.

Menjauhkan diri dari sikap saling hina, saling ejek, saling tuding dan lempar kesalahan, membuka aib, menuntut pasangannya di atas kemampuan yang dimiliki dan pelbagai sikap egois lainnya. Egoisme adalah hal negatif yang paling banyak menjadi sebab keretakan dan bubarnya jalinan pernikahan dan rumah tangga. Masing-masing harus menjaga diri dari godaan apapun yang datang dari pihak ketiga atau pihak luar. Sebab mayoritas terjadinya perselingkuhan adalah karena faktor tergoda oleh pihak lain. Pada faktanya, perselingkuhan merupakan faktor terbanyak penyebab perceraian di pelbagai belahan dunia. Wal-’iyadzu billah.

Meskipun poligami dibolehkan oleh Islam, tetapi jika tradisi setempat tidak mendukung dan rumah tangga seseorang sudah terbina dengan tenteram dan bahagia maka hal itu jangan dirusak dengan melakukan poligami. Jika poligami hanya akan merusak keharmonisan dan ketenteraman rumah tangga yang sudah terbina baik, maka poligami jangan pernah dilakukan. Sebab tujuan pernikahan adalah terciptanya ketenteraman dan kebahagiaan sebagaimana dalam QS Ar-Ruum [30]: 21). Poligami yang tidak didukung oleh tradisi poligami hanya akan melukai banyak pihak, terutama pendidikan dan mental anak-anak bisa jadi korban.

Wanita dan Kelembutannya

Allah SWT menciptakan makhluk dengan kodrat yang berbeda-beda. Perbedaan itu merupakan bukti kesempurnaan Allah. Perbedaan yang terjadi pada makhluk memiliki hikmah kelestarian ekosistem di dunia ini. Tak terkecuali adalah perbedaan bentuk fisik, kecenderungan dan karakter kaum laki-laki dan perempuan. Perempuan diciptakan dengan segala kelembutannya dalam rangka melengkapi kaum laki-laki. Kelembutan kaum perempuan memiliki pengaruh signifikan pada kaum laki-laki.

Oleh karena hal di atas, maka kaum perempuan harus menggunakan kelembutan yang dimilikinya untuk men-support suaminya agar lebih termotivasi dalam mencari nafkah untuk keluarga. Berjuang untuk agama dan sesama. Jika kaum perempuan memiliki bekal ketakwaan yang tinggi, maka akan mampu men-support suaminya untuk tetap konsisten mencari nafkah sesuai dengan tuntunan moral agama. Jauh dari praktik menghalalkan segala cara yang amat dicela oleh agama dan sosial.

Jika demikian adanya, maka relasi suami-isteri akan mampu menciptakan rumah tangga yang sakinah sehingga rumah yang dihuni terasa bagai surga. Tak perlu seseorang tergoda oleh faktor-faktor di luar yang hanya akan merugikan kehidupan rumah tangga mereka. Betapa bahagianya sebuah rumah tangga jika senantiasa didasarkan pada nilai-nilai luhur agama dalam rangka mencari ridho Sang Pencipta yang akan menjamin keselamatan dan memberikan kebahagiaan hakiki di dunia hingga akhirat nanti. Amin.

No comments:

Post a Comment